Tanggal 2 Oktober setiap tahunnya, diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Peringatan ini bermula sejak batik dikukuhkan pada sidang keempat Komite Antar-Pemerintah tentang Warisan Budaya Nonbendawi yang diselenggarakan oleh UNESCO di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009. Pada saat itu, batik diakui bersama dengan beberapa unsur budaya lainnya, seperti wayang, keris, noken, dan tari Saman, sebagai Bagian dari Warisan Budaya Takbenda Manusia atau Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Jauh sebelum batik ditetapkan sebagai Warisan Takbenda oleh UNESCO, pada masa Hindia Belanda, batik telah menjadi mata pencaharian bagi penduduk Nusantara, salah satunya K.H. Ahmad Dahlan. K.H. Ahmad Dahlan yang dikenal sebagai pendiri persyarikatan Muhammadiyah merupakan pedagang batik yang terkenal di Kauman, Yogyakarta. Selain dikenal sebagai ulama, ulama kelahiran 1 Agustus 1868 ini juga berdagang batik di beberapa tempat. Di Kauman sendiri, telah memiliki motif batik sendiri, bernama Kain Batik Sudagaran. Selain Ahmad Dahlan, terdapat beberapa saudagar batik di Kauman, seperti Kiai Abu Bakar yang merupakan ayah dari K.H. Ahmad Dahlan, dan Kiai Saleh yang merupakan kakak ipar K.H. Ahmad Dahlan.
Maka tidak heran jika pakaian identitas persyarikatan Muhammadiyah memiliki pola batik. Karena selain menjadi pemimpin dari persyarikatan yang saat ini telah memiliki 60 juta pengikut ini, K.H. Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai pedagang batik. Di luar Kauman, batik juga menjadi mata pencaharian sebagian tokoh pergerakan nasional seperti Haji Samanhudi yang menjadi saudagar batik terkenal di Laweyan, Solo, dan Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang menjadi saudagar batik di Peneleh, Surabaya sekaligus menjadi bapak kos atau guru politik bagi para pendiri bangsa, seperti Soekarno, Musso, Kartosoewirjo, Semaoen, dan Alimin. Bahkan, Haji Samanhudi pernah mendirikan organisasi Sarekat Dagang Islam yang anggotanya kebanyakan saudagar batik di Laweyan sebelum akhirnya meleburkan diri ke dalam Sarekat Islam bentukan HOS Tjokroaminoto.
Selain di Jawa, batik juga menancapkan diri di kawasan lain seperti di Sumatra. Menurut catatan sejarah, Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), yang juga merupakan ayahanda ulama dan sastrawan terkemuka, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) mendirikan Muhammadiyah di Maninjau setelah ia berkunjung ke Jawa. Di tengah sejarah perkembangan Muhammadiyah di antara Jawa dan Minangkabau ini, ada pula elemen batik yang terlibat. Pada bulan Maret dan April 1925, Haji Rasul berangkat ke Jawa untuk menengok putra-putrinya, Abdul Malik Karim Amrullah dan Fatimah, yang tinggal di Pekalongan. Fatimah merupakan suami dari Ahmad Rasyid Sutan Mansur, yang saat itu merupakan tokoh terkemuka Muhammadiyah di kota batik itu. Ia juga berprofesi sebagai saudagar batik, seperti halnya K.H. Ahmad Dahlan.
Saat ini, batik telah menjadi pakaian resmi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai kesempatan, seperti menghadiri acara resepsi pernikahan, hingga mengikuti kajian umum. Bahkan, batik juga merupakan seragam wajib bagi siswa dan guru yang dikenakan pada hari Kamis dan Jum'at.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI