Mohon tunggu...
Nurohmat
Nurohmat Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Pecinta Literasi dan Pendaki Hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingnya Keterampilan Pengambilan Keputusan dalam Pembelajaran

19 April 2021   14:10 Diperbarui: 19 April 2021   14:11 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pratap triloka sejatinya merupakan gagasan otentik beliau terhadap penggalian kearifan lokal bangsa Indonesia yang dapat diterapkan secara implementatif dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam kerangka pengembangan kepemimpinan, baik sebagai guru maupun peserta didik. Sistem among  yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan metode yang sesuai dalam sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Dalam sistem among pratap triloka sangat kental dalam rangka mengembangkan mentalitas dan spirit kepemimpinan yakni Tut wuri handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarso sung tuladha. 

Ing ngarso sung tuladha berarti seorang pemimpin  (guru) harus memberikan suri tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Dalam perspektif Al Ghazali, seorang guru setidaknya harus memiliki karakter sebagaimana berikut : (1) kasih sayang dan lemah lembut; (2) jujur dan terpercaya; (3) berbudi luhur dan toleransi; (4) memperhatikan perbedaan individu; (5) konsisten. Untuk itu, seorang guru sudah semestinya memberikan keteladanan dalam bersikap dan bertindak terhadap peserta didik yang dipimpinnya. Dalam proses pengambilan keputusan, guru harus sudah selesai dengan dirinya sendiri sehingga terefleksi dalam keteladan. Sosok yang layak digugu dan ditiru menjadi sesuatu yang sangat penting karena akan memengaruhi kepercayaan peserta didik terhadap dampak keputusan yang telah diambil oleh seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran.

Ing madya mangun karsa berarti seorang pemimpin (guru) harus bisa bekerja sama dengan orang yang dipimpinnya (peserta didik). Artinya dalam pengambilan keputusan pembelajaran guru harus mempertimbangkan pandangan, pendapat, kemampuan, harapan dan keinginan peserta didik sehingga paradigma pembelajaran yang diterapkan berpihak pada peserta didik dengan melihat berbagai keragaman yang ada, bukan semata-mata kehendak pribadi guru yang dipaksakan kepada peserta didik.

Tut wuri handayani berarti seorang pemimpin (guru) harus bisa mendorong dan memotivasi peserta didik untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan keputusannya sendiri. Dalam hal ini peran guru tidak semata-semata sebagai teacher, lebih dari itu peran guru adalah sebagai coach. Dalam praktiknya sebagai coach,  guru senantiasa mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, berani mengambil keputusan, dan bertanggung jawab atas keputusan yang dipilihnya sendiri. Dalam proses coaching, guru mendorong peserta didik untuk melatih kesadaran diri (self awareness) dan tanggung jawab (responsibility). Paradigma tut wuri handayani mengarahkan guru untuk melakukan pengambilan keputusan pembelajaran yang medorong peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Dalam pengambilan keputusan, nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang guru  sangat memengaruhi pilihan keputusan yang diambil. Hal  ini  akan tampak nyata ketika dihadapkan pada peristiwa yang melibatkan dilema etika atau bujukan moral. Seorang guru yang meyakini bahwa korupsi merupakan sesuatu yang lumrah dilakukan bagi seorang  pemimpin maka ketika dihadapkan pada peristiwa bujukan moral yang menyangkut keuangan, besar kemungkinan orang tersebut akan tergoda untuk melakukan tindakan korup tersebut. Sebaliknya, jika nilai-nilai kejujuran, kebenaran, amanah, dan transparansi tertanam kuat pada seorang guru maka kecil kemungkinan ia akan tergoda untuk melakukan tindakan korup.

Praktik coaching dengan model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, Tanggung jawab) dapat dijadikan alternatif untuk mendorong guru dalam melatihkan diri kemampuan pengambilan keputusan. Peran fasilitator dalam kegiatan guru penggerak memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi calon guru penggerak untuk mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan. Model TIRTA sangat terlihat selama proses pembimbingan yang dilakukan oleh fasilitator. Bagi kami, sebagai calon guru penggerak melatih diri dalam pengujian pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang baru dan sangat bermanfaat serta implementatif  dalam menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran. Pengujian pengambilan keputusan sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil. Hal ini dikarenakan setiap alternatif keputusan sebelum diputuskan harus benar-benar melewati pengujian pengambilan keputusan sehingga ketika diputuskan sudah mengakomodir berbagai sudut kepentingan. Alhasil apa yang diputuskan secara umum berdampak positif untuk komunitas sekolah.

Pilihan keputusan atas  studi kasus yang berkaitan dengan dilema etika dan bujukan moral sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. Nilai-nilai yang diyakini akan memengaruhi paradigma seseorang terkait pilihan keputusan atas peristiwa yang berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral. Dilema etika dihadapkan pada dua peristiwa yang keduanya dinilai benar, seperti diketahui, terdapat empat paradigma dilema etika: (1) Individu lawan masyarakat (individual vs community); (2) rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy); (3)  kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty); (4) jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). Adapun bujukan moral berkaitan dengan sesuatu yang benar melawan salah. Tarikan atas pilihan benar dan salah pun sangat dipengaruhi oleh keutuhan dan kekokohan nilai-nilai yang diyakini.

Ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan untuk meminimalisir dihasilkannya keputusan yang keliru. Tahapan tersebut diantaranya adalah : (1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini; (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini; (3) kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini; (4) pengujian benar atau salah; (5) pengujian paradigma benar lawan benar; (6) melakukan prinsip resolusi; (7) investigasi opsi trilema; (8) buat keputusan; (9) lihat lagi keputusan dan refleksikan. Sebuah keputusan tepat sangat mungkin didapatkan setelah melewati  9 tahapan pengambilan keputusan, yang didalamnya terdapat lima uji keputusan sehingga dapat diterima oleh semua pihak dan terciptanya lingkungan yang positif, aman, nyaman, dan kondusif.

Masih lemahnya kapasitas dan kapabilitas diri dalam pengambilan keputusan cenderung dominan dalam proses pengambilan keputusan di sekolah. Sepertinya perlu dilatihkan keterampilan dalam mengambil keputusan yang efektif di lingkungan sekolah. Terutama penguatan paradigma, nilai-nilai, 9 langkah pengambilan keputusan dan lima uji kebenaran. Kemampuan seperti ini sangat implementatif bagi seorang guru dalam perannya sebagai pemimpin, baik di lingkup kelas sebagai pemimpin pembelajaran maupun lingkup sekolah sebagai kepala sekolah. Kemampuan pengambilan keputusan yang efektif  sebagai pemimpin pembelajaran menjadikan guru akomodatif terhadap perbedaan peserta didik sehingga peserta didik lebih merdeka, dan potensinya dapat melejit secara optimal.  Adapun kemampuan pengambilan keputusan yang tepat bagi  kepala sekolah menjadikan  potensi dan aset yang dimiliki sekolah dapat terkelola dengan baik untuk mencapai tujuan sekolah.

Keterampilan pengambilan keputusan yang dimiliki oleh guru akan berdampak terhadap peserta didik. Hal ini tidak lain karena guru merupakan sosok yang signifikan dalam memengaruhi, memotivasi, dan mendidik peserta didik. Keputusan yang tepat dalam menyikapi suatu peristiwa yang dialami oleh peserta didik menentukan keberhasilan masa depan peserta didik itu sendiri. Untuk itu, guru perlu hati-hati  dalam mengambil keputusan yang menyangkut peserta didik, keputusan yang diambil perlu  mempertimbangkan uji kebenaran dan 9 langkah pengambilan keputusan.

Dari modul ini saya belajar bahwa untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dan pemimpin satuan pendidikan kita harus memperhatikan 9 langkah pengambilan keputusan yang didalamnya terdapat uji kebenaran. Hal ini bertujuan agar keputusan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etis sehingga semua pihak dapat terakomodir, tercipta suasana yang aman, nyaman, dan kondusif.

Cirebon, April 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun