Beberapa waktu lalu, saya menemukan tulisan lama. Senyum-senyum sendiri membacanya, ternyata eh ternyata... dulu saya punya mimpi yang sampai saat ini bahkan belum saya wujudkan.
Dari dulu saya selalu punya keinginan untuk menjadi penulis beken. Tapi yah, itu hanya sebatas keinginan semata yang tak pernah terealisasikan. Keinginan ini muncul sejak saya masih duduk di sekolah menengah pertama.
Saat itu saya sangat menyukai drama mandarin (Twins, Snow Angel, kabut cinta, dll) dan kebetulan juga pada saat itu adalah awal mula bloomingnya drama korea (winter sonata, al about if, summer scent, endless love, dll) di stasiun TV kita. Yah, tak bisa dipungkiri lagi saya ini adalah pencinta drama korea. Hehee
Sebenarnya yang saya lihat pada saat itu adalah jalan ceritanya yang menarik. Saya selalu merasa kesulitan menebak endingnya lain halnya dengan sinetron dari negeriku sendiri yang begitu mudahnya aku bisa tebak endingnya akan seperti apa.
Hal kedua yang membuatku tertarik adalah adegan filmya yang masih lumayan sopan menurutku sebagai orang timur dan seorang muslim. Dialog yang digunakan juga jauh lebih halus dibandingkan negeriku sendiri.
Selanjutnya yang menjadi pusat perhatianku adalah fashion yang digunakan oleh aktris dan aktornya pun masih sangat sopan padahal kalo kita lihat mereka adalah mayoritas non muslim lho. Dan yang terakhir ini pastinya sepakat dong denganku. Pemainnya itu pada cakep-cakep kan, Ayoo ngaku?
Tapi tak bisa dipungkiri, sekarang ini drama korea pun sudah ngikut trend terutama dalam hal adegan dan fashionnya. Kurang lebih seperti itulah pengamatanku sebagai seorang pecinta drama korea. Kurang lebihnya mohon dimaafkan.
Yah, seperti itulah awal kecintaanku dengan drama korea. Setiap kali aku menonton drama ini, aku selalu berpikir bagaimanapun hebatnya ide cerita, sutradara dan aktor di film ini tapi sebenarnya yang lebih hebat itu adalah penulis skenarionya. Bagaimana tidak, dia bisa menulis dialog yang seindah itu, serinci itu, benar-benar membawa emosiku bermain didalamnya.
Bahkan hanya dengan membaca saja aku sudah bisa membayangkan adegannya akan seperti apa. Bukankah itu sesuatu yang luar biasa? Bisa mempengaruhi penonton sampai segitunya. Sejak saat itu saya mulai berangan-angan jadi penulis scenario.
Menurutku penulis scenario itu jauh lebih hebat dari penulis ceritanya sendiri. Jika dilihat dari tingkat kesulitannya sih! (hanya pendapatku kala itu). Bagaimana tidak, penulis cerita tidak akan menulis percakapan serinci itu, dibilang kompleks iya karena sudah mewakili berbagai kondisi/situasi hingga ekspresi, mulai dari bahasa gaulnya, lucu, sedih, sopan, marah dan lainnya pun masuk semua.