Mohon tunggu...
nurma faridaa
nurma faridaa Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi Pendidikan dan Tantangan Distraksi Digital pada Siswa

4 Oktober 2025   10:30 Diperbarui: 4 Oktober 2025   10:25 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi digital memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sektor pendidikan. Di satu sisi, siswa sekarang lebih mudah menemukan berbagai sumber pembelajaran di internet. Namun, di sisi lain, teknologi juga menghadirkan berbagai godaan yang sulit untuk dihindari. Aplikasi media sosial, notifikasi ponsel, dan permainan online sering kali mengalihkan perhatian siswa saat belajar. Istilah yang menggambarkan fenomena ini disebut gangguan digital, yang kini menjadi salah satu tantangan utama dalam pendidikan.

Gangguan digital seringkali terlihat di dalam kelas. Ketika guru menjelaskan materi, perhatian siswa dapat terganggu hanya karena notifikasi dari media sosial. Jika kejadian ini terulang terus-menerus, pemahaman siswa mengenai pelajaran dapat menurun. Gangguan ini tidak hanya mengganggu fokus sesaat, tetapi juga dapat berpengaruh pada motivasi belajar, prestasi akademik, bahkan kesehatan mental siswa. Banyak siswa yang menjadi terbiasa melakukan multitasking, tetapi kualitas pembelajaran mereka justru menurun.

Fenomena gangguan digital sebenarnya terjadi tidak hanya di kalangan siswa di sekolah dasar dan menengah, tetapi juga pada mahasiswa di perguruan tinggi. Mereka yang sering membawa laptop dan telepon pintar kadang lebih sibuk mengakses media sosial ketimbang mengikuti pelajaran di kelas. Bahkan, muncul istilah baru bernama doomscrolling, yang merujuk pada kebiasaan terus-menerus menggulirkan konten di media sosial tanpa tujuan yang jelas, sehingga menyita waktu yang seharusnya produktif.

Psikologi pendidikan memandang fenomena ini sebagai sesuatu yang alami dalam situasi sosial yang berubah. Generasi Z dan Alpha dibesarkan di lingkungan yang telah terhubung dengan internet sejak mereka lahir. Dengan demikian, cara belajar mereka berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka lebih menyukai cara belajar yang cepat, berbasis visual, dan interaktif. Jika metode pembelajaran klasik masih berfokus pada ceramah, tidak mengherankan jika perhatian mereka mudah terganggu. Di sinilah pentingnya peran psikologi pendidikan, yaitu untuk menjelaskan dan mengarahkan karakter generasi baru dalam konteks pendidikan yang modern.

Di samping itu, gangguan digital juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan kesehatan mental. Banyak siswa merasa cemas jika mereka tidak segera membuka notifikasi yang masuk, atau merasa tertinggal jika tidak mengikuti tren yang sedang viral. Ketidaknyamanan ini dikenal dengan istilah FOMO (fear of missing out). Tekanan psikologis seperti ini sering kali membuat siswa sulit berkonsentrasi saat belajar. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi gangguan digital tidak hanya bisa dilakukan dengan melarang penggunaan ponsel di kelas, tetapi juga harus mempertimbangkan keseimbangan mental dan emosional siswa.

Mengubah teknologi dari sumber gangguan menjadi alat yang produktif adalah salah satu solusi yang ditawarkan oleh psikologi pendidikan. Contohnya, dengan memanfaatkan media sosial untuk kampanye pembelajaran, menggunakan platform digital sebagai alat belajar, atau menerapkan elemen gamifikasi dalam proses pembelajaran. Dengan cara ini, siswa tidak merasa dipaksa untuk menjauh dari teknologi, melainkan diarahkan untuk menggunakannya dengan lebih positif.

Dengan memahami gangguan digital melalui perspektif psikologi pendidikan, kita bisa merespons fenomena ini dengan lebih bijaksana. Teknologi memang tak dapat dihindari, tetapi cara pemanfaatannya bisa diatur. Tantangan utama bukan hanya mengurangi waktu di depan layar, tetapi juga bagaimana mengajarkan siswa agar dapat mengendalikan diri, fokus, dan menjaga kesehatan mental di tengah banjir informasi.

Dari sudut pandang psikologi pendidikan, isu ini bisa dijelaskan melalui teori beban kognitif. Otak manusia memiliki batasan dalam memproses informasi. Ketika terlalu banyak rangsangan diterima sekaligus, kemampuan untuk menyerap pelajaran menjadi menurun. Selain itu, konsep pembelajaran yang diatur sendiri menunjukkan bahwa siswa perlu memiliki kemampuan untuk mengatur diri: mengetahui waktu yang tepat untuk belajar, bagaimana cara mempertahankan fokus, serta kapan harus berhenti dari aktivitas digital. Dengan demikian, gangguan digital tidak hanya terkait dengan kedisiplinan, tetapi juga mengenai cara kerja otak dan pengelolaan diri.

Menghadapi tantangan ini tentu saja membutuhkan kerjasama dari semua pihak. Para pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih menarik agar dapat bersaing dengan dunia digital yang sangat menggoda. Orang tua pun memiliki peran penting dalam mendampingi anak-anak, mengatur durasi penggunaan gadget, serta memberi contoh dalam memanfaatkan teknologi dengan cara yang positif. Institusi pendidikan bisa memperkenalkan program literasi digital sehingga siswa lebih cerdas dalam memilah informasi dan memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk belajar.

Pada akhirnya, gangguan digital adalah bagian dari realitas pendidikan modern yang tidak mungkin dihindari. Namun, dengan memahami pendekatan psikologi pendidikan, kita dapat memandang masalah ini dari sudut yang lebih mendalam dan mencari solusi untuk mengatasinya. Teknologi seharusnya bukan penghalang, melainkan dapat mendukung proses pembelajaran. Jika semua pihak bekerja sama, gangguan digital bisa diubah menjadi peluang agar siswa menjadi lebih pintar, kreatif, dan mampu menggunakan teknologi dengan bijak.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun