Mohon tunggu...
Nur Khasanah
Nur Khasanah Mohon Tunggu... Penulis - Mencari dan Berbagi Pengetahuan Dengan Menulis

.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Buruh Semakin Terhimpit di Masa Sulit

30 April 2020   15:06 Diperbarui: 30 April 2020   15:12 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh tani/Dok:Antarafoto.com

Adanya Pandemi Covid-19 ini, semua memang merasakan dampak yang luar biasa hebat. Kita tak pernah menduga sebelumnya, kalau kita akan mengalami hal yang seperti ini. 

Para pedagang di pasar-pasar mengeluh karena barang dagangan mereka sepi pembeli, pemasukan pun turun drastis. Pabrik-pabrik banyak yang tidak berproduksi, akibatnya tidak sedikit yang terpaksa "merumahkan" atau bahkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau mem-PHK karyawannya. 

Akibat dari itu semua, terjadi banyak pengangguran sehingga akan memunculkan masalah baru bagi lingkungan, belum lagi di bebaskannya ratusan narapidana yang tentunya akan membawa keresahan tersendiri bagi kita semua.

Bukan hanya pedagang, sopir angkutan, atau pekerja lainnya. Buruh pabrik, buruh bangunan, buruh tani, lebih merasakan kesulitan di saat seperti ini, terutama masalah ekonomi.

Di desaku, kalau berbicara buruh, ya pasti buruh tani, karena kebanyakan pekerjaan warga di sekitar desa kami sehari-harinya bekerja di sawah atau ladang. Memang saat ini, para petani di desaku sedang dalam masa pasca panen padi. 

Namun berbeda dengan tahun sebelumnya, hasil panen dari buruh tani kali ini menurun dengat amat drastis. Padi yang mereka tanam terserang hama wereng yang membuat batang padi kemudian roboh sebelum di panen, alhasil padi yang di panen berubah kuning kehitaman dan gabah tidak terisi(=gabug). 

Bobotnya pun berkurang tajam, dari semula 1 karung gabah kering yang sudah bersih beratnya mencapai 60-70 kilogram, kini hanya 40-45 kilogram. Keadaan ini cukup membuat stres para buruh tani.

Sementara buruh tani lain, yang memang sebagai penggarap pun mengalami hal serupa, bahkan lebih miris lagi karena hasil panen yang di dapat harus di bagi dua dengan si pemilik sawah, karena itu sudah menjadi ketentuan antara pemilik dan penggarap sawah. Perjuangannya mengorbankan tenaga dan pikirannya selama menggarap sawah sudah tidak di perhitungkan lagi.

Belum lagi keadaan buruh yang memang sehari-harinya bekerja di sawah untuk orang lain dengan mengharap upah harian. Upah yang diterima kaum laki-laki mencangkul di sawah atau bekerja di ladang dengan upah 40 ribu per labuhan (=1/2 hari), sementara untuk perempuan di upah dengan 25-30 ribu per labuhan.

Upah yang mereka dapatkan memang sangat minim, jika harus di gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, tentunya jauh dari cukup, terlebih di saat bulan Ramadhan ini, yang di pastikan pengeluaran untuk berbelanja bertambah.

Namun mereka tetap dapat mengatasi kebutuhan sehari-hari walaupun dengan keadaan yang pas-pasan. Hati dan jiwa seorang buruh, terutama buruh tani memang teramat sangat sabar. Mereka menerima segala kesulitan hidup dengan apa adanya, karena itu sudah terbiasa. Kehidupan mereka juga sederhana, tidak neko-neko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun