Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memainkan peran penting dalam dunia pendidikan. Tidak hanya bertanggung jawab memberikan bimbingan karier, mendukung siswa dalam mengatasi masalah pribadi serta banyak layanan BK lainnya, tetapi juga berperan sebagai pelindung utama kesehatan mental siswa. Akan tetapi, satu hal yang sering diabaikan adalah kesejahteraan mental dari para guru BK itu sendiri.
Dalam aktivitas sehari-harinya, guru BK berhadapan dengan berbagai dinamika emosional yang cukup rumit. Mereka menghadapi masalah siswa yang berat termasuk permasalahan pribadinya sendiri mulai dari konflik keluarga, tekanan di sekolah, serta isu kesehatan mental serius seperti depresi atau kekerasan. Proses pendampingan ini dapat mempengaruhi secara emosional dan mental, terutama jika tidak diimbangi dengan jaringan dukungan yang cukup.
Sayangnya, banyak guru BK yang beroperasi dalam sistem pendidikan yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan psikologis mereka. Tingginya beban administratif, jumlah siswa yang tidak sesuai dengan jumlah konselor, serta minimnya pelatihan berkelanjutan dapat memperburuk situasi stres yang mereka alami. Jika tidak ditangani, ini dapat berpotensi menyebabkan burnout, penurunan produktivitas, hingga masalah kesehatan mental.
Beberapa penelitian telah dilakukan bertujuan untuk menemukan faktor-faktor utama yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan psikologis yaitu rendahnya efikasi diri dan kurangnya dukungan social, sehingga dapat disusun intervensi yang sesuai seperti pelatihan peningkatan self-efficacy dan sistem dukungan profesional. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa variabel paling signifikan adalah efikasi diri guru BK sebagai mediator utama yang memengaruhi dimensi Ryff (autonomi, penguasaan lingkungan, hubungan positif, pertumbuhan pribadi) dan bahwa platform digital terintegrasi yang menawarkan dukungan sejawat, refleksi, dan pelatihan dapat secara signifikan mendongkrak self-efficacy dan kesejahteraan psikologis guru BK, sehingga meningkatkan mutu layanan konseling di sekolah.
Hasil penelitian dari Ribut Purwaningrum dalam Indonesian Journal of Guidance and Counseling : Theory and Application tahun 2022 mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis guru BK masih belum ideal: survey kebutuhan menunjukkan 153 guru BK menganggap platform digital untuk pengelolaan kesejahteraan psikologis sangat dibutuhkan.
Selain itu temuan penelitian oleh Ina Abidatul Hasanah dalam INSIGHT: Jurnal Bimbingan dan Konseling tahun 2024, mengindikasikan bahwa tingkat kepuasan kerja guru pembimbing/konselor di sekolah tinggi mencapai 85%, sementara kepuasan kerja guru pembimbing/konselor di sekolah menengah adalah 15%. Kedua hasil ini dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain aspek psikologis, sosial, fisik, dan keuangan serta faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis guru BK punya pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja guru BK.
Melihat dari penelitian ataupun temuan-temuan di atas dirasa sudah saatnya institusi pendidikan dan pembuat kebijakan memberi perhatian pada kesejahteraan guru BK, bukan hanya sebagai penghormatan terhadap profesi mereka, tetapi juga sebagai investasi berjangka dalam kualitas pendidikan. Dukungan psikososial, pengawasan profesional yang teratur, serta kesempatan untuk merenung dan pemulihan emosional sangat diperlukan.
Merawat kesehatan mental guru BK adalah menjaga mutu layanan konseling yang diperoleh siswa. Apabila guru BK berada dalam kondisi psikologis yang baik, mereka akan lebih peka, responsif, dan efisien dalam mendukung siswa. Oleh karena itu, kesejahteraan mental guru BK bukan hanya masalah sepele, melainkan dasar krusial dalam membangun ekosistem pendidikan yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI