Disclaimer: Tulisan ini merupakan asli tulisan saya sendiri. Dan sudah dimuat di beberapa media nasional. Saya bersaksi tulisan ini bukanlah plagiat dan saya siap mempertanggungjawabkanya.
JAKARTA---Pembunuhan keji atas dua orang guru di Kampung Julukoma, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak Ilaga, Papua, Kamis lalu,  mengusik rasa manusiawi kalangan mahasiswa dan  milenial. Tidak hanya mengutuk perbuatan keji tersebut sebagai perilaku barbar dan tak berperikemanusiaan, aliansi dan  mahasiswa milenial yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) tersebut juga menuntut aparat untuk secepatnya menangkap dan menyeret pelaku ke pengadilan dengan hukuman setimpal.
Kutukan atas perilaku barbar dan seruan keprihatinan tersebut dinyatakan Ketua Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI), Nurkhasanah. Menurut Nurkhasanah, pihaknya tidak habis pikir mengapa guru, bagian dari masyarakat sipil yang berjuang untuk memerdekakan warga Papua dari kebodohan dan buta huruf, justru dibunuh secara keji oleh kalangan OPM, yang tak lain dari warga Papua sendiri. Karena itu, Nurkhasanah yakin, OPM sudah gelap mata dan tak lagi bisa berpikir jernih tentang apa yang mereka kerjakan.
"Jadi jelas, meski namanya OPM, mereka tak lain dari kelompok kriminal keji yang tak memiliki cita-cita luhur apa pun kecuali mengambil keuntungan dari kepedihan dan kesengsaraan warga," Ujar Nurkhasanah.
Nurkhasanah menunjuk perilaku busuk lebih lanjut dari kelompok kriminal tersebut. Setelah pada Kamis (8/4) kelompok kriminal Papua itu menembak Oktovianus Rayo, guru honorer di SD Impres Beoga, pada hari Jumat mereka juga menembak Yonatan Randen, guru SMPN 1 Beoga di bagian dada. Keduanya sempat dibawa masyarakat ke Puskesmas Beoga, namun keduanya tak tertolong dan meninggal dunia.
"Nah, kelompok yang mengambil-alih Lapangan Terbang Beoga itu baru membuka lapangan dan membiarkan pesawat masuk bandara untuk mengevakuasi kedua mayat ke Mimika pada hari Sabtu, setelah Pemerintah Kabupaten Puncak membayar sejumlah uang tebusan kepada mereka," kata Nurkhasanah. "Apa lagi yang bisa kita katakan buat mereka, kecuali kelompok kriminal keji yang kelewat batas ini?"
Sebagaimana diketahui, baik Oktovianus Rayo (42) maupun Yonatan Randen hanyalah guru honorer. Niat baik dan ketulusan hati yang membuat mereka datang dari Toraja ke Papua untuk membaktikan diri menghapus kebodohan dan ketertinggalan pendidikan yang sedang dialami masyarakat Papua.
Nurkhasanah mengatakan, kedua insan pendidik yang menjadi korban kebiadaban kelompok kriminal tersebut layak mendapatkan penghormatan. Pasalnya, dengan status hanya sebagai guru honorer, mereka mau ditempatkan di wilayah dengan  kondisi geografis yang sulit, serta minimnya sarana infrastruktur seperti di Beoga. Tidak banyak guru yang bersedia ditempatkan di lokasi yang berada di ketinggian 3.500 meter dari permukaan laut tersebut.
Tidak hanya melontarkan seruan, AMMI juga meminta dengan tegas agar aparat keamanan, baik Polri maupun TNI yang bertugas di Papua, segera menangkap dan menyeret pelaku pembunuhan keji kedua guru tersebut ke pengadilan.
"Segera seret para pelaku ke meja hijau, agar tidak menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan, terutama dunia pendidikan di Papua,"ujar Nurkhasanah.
Menurut Kapolsek Beoga, Ipda Ali Akbar, aksi brutal tersebut kemungkinan besar dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Sabinus Waker. Setelah melakukan penembakan pada Kamis dan Jumat, pada Minggu (11/4) malam mereka kembali membakar sejumlah ruangan SMPN 1 Beoga yang lokasinya berada satu kawasan dengan SMAN 1 Beoga dan SD Impres Beoga.