Mohon tunggu...
Nurfadhliyah JF
Nurfadhliyah JF Mohon Tunggu... Lainnya - Hukum Tata Negara

HTN (Syariah) IAIN KENDARI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

HTN 3B / Nurfadhliyah J.F

18 Oktober 2021   09:45 Diperbarui: 18 Oktober 2021   09:49 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Nurfadhliyah J.F

Nim : 2020020103041

Prodi/kelas : Hukum Tata Negara / 3_B

Tugas : Meresume 

DISKURSUS PENYATUATAPAN PERADILAN AGAMA DIBAWAH

MAHKAMAH AGUNG (STUDI HUKUM RESPONSIF)

Penyatuatapan Peradilan Agama menjadi diskursus menuai pro dan kontra karena Montesquieu berpendapat bahwa setiap percampuran (di satu tangan) antara legislative, eksekutif, dan yudikatif (seluruh atau dua di antara tiga), dipastikan akan menimbulkan kekuasaan atau pemerintahan yang sewenang-wenang. Untuk mencegah kesewenang-wenangan, badan (aIat kelengkapan) organisasi Negara harus dipisahkan satu dengan yang lain yang satu independensi terhadap yang lain. 

Kemudian terkait wacana menjadikan seluruh lingkungan peradilan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung (MA), baik aspek judisiaInya maupun aspek non-yudisiaI, sudah lama muncul. Wacana ini terus bergulir dan selalu menimbulkan kontroversi. Satu pihak menghendaki agar seluruh peradilan berada satu atap di MA, sedangkan pembinaan administrasi, organisasi, dan finansiaI berada pada pemerintah. Bahkan juga dalam menafsirkan hasil ketetapan MPR Tahun 1998 yang menyatakan bahwa fungsi yudikatif harus dipisahkan dengan fungsi eksekutif.

KeIompok yang pro satu atap menyatakan bahwa ketentuan itu menghendaki agar seluruh lingkungan peradilan berada pada lembaga yudikatif. Sedangkan kelompok yang kontra berpendapat bahwa yang harus dipisah adalah fungsi bukan lembaganya. Justru tidak benar jika suatu lembaga Negara menangani dua fungsi , yakni fungsi yudikatif sekaligus fungsi eksekutif. Artinya konsep yang kontra tidak menghendaki terhadap perubahan dalam penyatuatapan Peradilan Agama dan tidak menunjukkan suatu sikap terhadap hukum responsif pada sebuah perkembangan zaman, dimana semakin terbukanya ruang untuk adanya sistem cek and balance.

Sebenarnya penyatuatapan ini bertujuan menciptakan lembaga peradilan yang mandiri dalam menegakkan hukum dan keadilan.Penyatuatapan lembaga peradilan di lingkungan Mahkamah Agung adalah sebuah respon terhadap pengembangan institusi terkhusus pada lembaga Peradilan Agama dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagai konsekuensi dari reformasi di bidang hukum.Penyatuatapan peradilan agama dalam studi hukum responsif adalah menjadikan sistem hukum lebih terbuka dan bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan masyarakat sekaligus menjadikan peradilan agama lebih mandiri sederajat dengan peradilan lainnya. 

Selain daripada itu, sebenarnya penerapan peradilan satu atap di Indonesia, dimaksudkan untuk menjadikan sistem hukum sebagai subjek reformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun