Mohon tunggu...
Nuraini Ahwan
Nuraini Ahwan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya Nuraini, saat ini saya guru di SDN 1 Dasan Tereng. Menjelajah dunia maya terutama menulis menjadi hobi belakangan ini. Dengan menulis banyak sahabat yang saya miliki dari hobi saya menulis. Saling berkunjung dan membaca tulisan teman menjadi bahan memperkaya ide saya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ibu Harus Kuat

25 Maret 2023   06:40 Diperbarui: 25 Maret 2023   08:55 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Salah satu cara memperhatikan orang tua yang tidak tinggal bersama kita adalah dengan menelponnya. Menanyakan kabar, misalnya. Saya pernah mendengar orang tua yang tinggal jauh dari anaknya mengatakan,"Anak ibu tidak tinggal bersama ibu, sudah sekian tahun ia tidak pulang. Ibu tidak berharap ia memberikan apa-apa pada ibu. Sekedar bertanya kabar lewat telepon saja, ibu sudah bahagia."

Jadi, selagi masih ada waktu, bagi kita yang tinggal dekat dengan orang tua, mengunjungi orang tua adalah bentuk perhatian pada orang tua. Orang tua pasti bahagia. Bagi kita yang jauh dari orang tua, sebelum bisa mengunjugi orang tua atau berkirim sesuatu maka menelpon orang tua adalah salah satu bentuk perhatian kepada orang tua

Apalagi jika orang tua kita hanya sendiri, ibu atau ayah karena salah satu  sudah dipanggil menghadap  Sang Pemilik Hidup. Misalnya bulan Puasa ini, tentu berat dirasakan jika orang tua kita hanya sendiri.

Berpuasa tanpa orang yang kita  sayangi, orang yang  kita  cintai  adalah sesuatu yang penuh dengan kesabaran dan berserah diri pada Allah SWT.  Semua  sudah merupakan ketentuan  takdir  Allah SWT. 

Seperti biasa, dari hari pertama puasa, saya selalu  menelpon ibu menjelang  waktu berbuka puasa. Ini saya lakukan karena puasa bulan Ramadhan  tahun 2023 ini merupakan puasa pertama  ibu tanpa ayah. Ayah yang dipanggil  menghadap Illahi Rabbi dua bulan setelah puasa tahun lalu. 

Saya tidak bisa membayangkan  perasaan ibu ketika berbuka, sholat tarawih dan sahur tanpa ayah tahun ini. Saya berharap ibu kuat dan tabah. 

Hari pertama, hari kedua, saya rutin menelpon ibu untuk menanyakan ibu berbuka puasa bersama siapa. Tempat tinggal yang jauh dari ibu  hanya bisa mengetahui khabar dengan komunikasi lewat saluran telepon. 

Saya bersyukur ibu tinggal satu rumah dengan adik laki-laki yang paling bungsu. Hanya saja, keseharian ibu memasak sendiri tidak ikut adik laki-laki yang juga sudah berkeluarga. Ibu merasa lebih nyaman masak sendiri..Kata ibu, ayah tidak suka numpang makan. Ayah lebih suka makan di rumah sendiri. Selalu saja ibu menganggap ayah masih bersamanya. Kebiasaan ayah tetap dipegang dan dihidupkan dalam kesehariannya. 

Yang lebih tidak masuk diakal lagi, ibu tidak mau bermalam di rumah anak-anaknya lama-lama  karena menurut ibu, ayah nanti kelamaan  menunggunya di rumah

Mendengar jawaban ibu di ujung telepon bahwa ibu berbuka bersama adik laki-laki yang satunya lag, saya merasa senang. Ibu tidak sendirian.  Dua adik laki-laki tinggal satu kampung dengan ibu, sementara kami yang perempuan tinggal mengikuti suami, beda kabupaten.

"Ibu buka puasa bersama adikmu, hanya saja ibu tidak kuat taraweh ke masjid. Ibu coba taraweh di masjid malam pertama dan kedua, tetpi ibu tidak kuat jalan." ucap ibu melanjutkan cerita buka puasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun