Mohon tunggu...
Nuraeni
Nuraeni Mohon Tunggu... Guru - Nuraeni

Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lelah Menjadi Lillah

10 Maret 2017   12:28 Diperbarui: 10 Maret 2017   12:40 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup itu adalah... seni belajar menulis tanpa penghapus...J. Sedikit hasil komptemplasi di perjalanan satu minggu ini, sebagai reminde bagi diri yang sering terlupa. Terkadang begitu berat untuk menghapus kecewa, sedangkan luas kasih sayang-Nya terlimpah tak terkira. Bukankah hanya kebaikan yang selalu mengiring indah skenarionya? Maka ini seruan bagi iman dalam dada, agar hadirnya mengejawantah dalam perilaku kesehariannya. Mengubah kecewa menjadi sabar dan tawakal di penghujung setiap usaha.

Aku terbangun dari tidurku yang tidak terlalu lelap, alarm berbunyi waktu menunjukkan jam 02.50, bergegas ke kamar mandi, mengambil wudhu dan menunaikan sholat Tahajud sebelas rakaat, dilanjutkan dengan memohon doa kepada Alloh Swt. minta keselamatan dunia dan akhirat, memohon supaya anak-anakku, cucu-cucuku dan mantuku dijadikan anak-anak yang sholeh dan sholehah. Perlahan dikeheningan malam ini, aku beranjak mempersiapkan untuk berangkat kerja, waktu menunjukkan jam 04.00, waktunya anakku mengantarkan mamanya ke Padalarang tempat ngetem Bis jurusan Bandung-Sukabumi. 

Bersama sopir bis inilah yang setia menemani hari-hari kerjaku melaju menuju arah Cianjur, dan jam 04.30 mobil yang dikendarai anakku berhenti di rest area KM 25 untuk melaksanakan sholat subuh. Pagi ini tepatnya jam 04.45 disertai dengan dinginnya kota Padalarang akupun mulai menaiki bis yang sudah menunggu untuk terus melaju menuju tempat yang dituju. Matahari pun  mulai menyembul dari balik pepohonan dan diiringi suara kokok ayam jantan di kejauhan.....Hmmm...pagi yang indah...

Aku berpikir, barangkali....

Kita akan pergi dan pulang dengan melewati jalan yang sama setiap harinya. Kadang melewati air hujan yang berwarna kecoklatan di tanah atau gang sempit di mana tempat kita pernah memenangkan semacam perlombaan lari menuju rumah tempat pertama kali kita diajarkan untuk mengerti bahwa sejatinya menang dan kalah sesungguhnya bukan kepunyaan kita, agar kita tetap bisa pulang menuju rumah tempat temaran biasa kita peran agar kelak menjadi nyala yang benderang. Pagi yang selalu menawarkan semangat untuk terus bergairah dan berbuat.

Lampegan jam 06.50...

Kembali seperti biasa, sorot mataku terasa sejuk tiap pagi memandang senja menjingga di antara singsing matahari di sela-sela jejeran pepohonan dan melewati jalan yang sudah ramai oleh pekerja yang siap-siap untuk mencari rezeki sambil ditargetkan oleh waktu. Aaahhhh seru sekali menjadi sosok mujahid pendidikan ini.

Denyut kehidupan muncul di sekolah sebelum jam tujuh lebih lima belas menit pagi dan berakhir saat bel masuk kelas berdendang. Konon dari jam empat pagi pegawai kebersihan dan penjaga sekolah mulai bekerja membersihkan sekitar sekolah, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan selasar, jam setengah enam pagi lampu-lampu depan dan belakang sekolah mulai dimatikan dan pintu-pintu kelas mulai dibuka, lantai disapu bersih dan dipel sampai mengkilap. Pedagang-pedagang kantin berdatangan dan membuka kiosnya masing-masing. Burung-burung di atas pepohonan bergegas bangun dari tidurnya dan berpindah ke tempat-tempat di mana para manusia hampir mustahil menemukannya. 

Siswa-siswi datang dengan seragam yang sama warna khas siswa SMP di wilayah NKRI putih biru, namun ada banyak terlihat raut-raut wajah yang berbeda, masing-masing mereka memasuki area sekolah, karena posisi sekolah ada di atas bukit, lumayan juga harus naik, ada pula yang mengayuh sepeda ontel dan yang mengendarai sepeda motor, sebagian besar berjalan kaki. Ibu kepala sekolah dan bapak ibu guru harus datang lebih awal karena harus menyambut siswa-siswinya dengan senyuman begitu juga bapak satpam. 

Kuamati....tidak terlihat ada yang diantar orang tuanya, ataupun diantar mobil mewah, di sini tidak ada yang seperti itu, jarak ke sekolah ini yang harus siswa tempuh paling jauh sejauh 5 km, karena sekolah ini ada di pedesaan daerah  pegunungan. Mata pencaharian orang tua siswa hanya satu dua yang pegawai negeri sipil, bisa dihitung dengan jari, pegawai negeri di sini paling banyak sebagai guru atau pegawai desa, tidak ada yang bisa diharapkan takkala sekolah butuh partisipasi dari masyarakat. Di pagi hari kebanyakan bapak ibu mereka harus mencari nafkah sebagai buruh tani, buruh bangunan, tukang ojek ataupun sebagai buruh memetik teh di perkebunan teh.

Semua orang bergegas memulai apa yang seharusnya dimulai dan menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan. Para siswa bergegas dari gerbang sekolah berlari-lari kecil menuju kelas masing-masing. Ada yang sibuk dengan tumpukan buku, menyalin pekerjaan rumah yang tidak bisa diselesaikannya dan hanya dalam waktu sepuluh menit selesai, dan berbagai aktivitas tergesa lainnya berputar-putar di seluruh penjuru sekolah. Di sini hari ini tidak mendung, sangat cerah. Cuaca yang pas untuk memulai kehidupan....yang pastinya harus menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun