Di era globalisasi saat ini, persepsi seorang pendidik sudah mulai goyah dan rapuh. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai persepsi dan fakta di lapangan yang tidak bisa dipungkiri lagi kebenarannya.Â
Banyak para pendidik di era sekarang ini yang mempresepsikan dirinya sebagai pengemban amanat yang suci dan mulia, mengembangkan nilai-nilai multipotensi peserta didik, namun mempresepsikan dirinya sebagai seorang petugas pendidikan yang semata-mata hanya untuk  mendapatkan gaji dari pemerintah (Negara) maupun organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus di laksanakan.
Bahkan tak jarang sifat egoisme, materialis bahkan pragmatis sering muncul ketika seorang pendidik melakukan tugasnya, para pendidik di era sekarang ini tidak lagi dimotivasi oleh rasa keikhlasan panggilan untuk mengembangkan fitrahnya dan fitrah para peserta didiknya.Â
Dalam hal ini bukan berarti menafikan tidak perlu adanya kesejahteraa dan kemakmuran bagi seorang pendidik, bahkan itu merupakan hal yang sangat krusial bagi kelangsungan hidup keluarganya dan menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik.Â
Namun yang dimaksud di sini adalah ketika seseorang menjadi seorang pendidik hendaknya mengampresiasikan tugas yang mulia terlebih dahulu, baru kemudian membahas perihal kesejahteraan dan kemakmuran, karna sesungguhnya kesejahteraan dan kemakmuran adalah bias dari pekerjaan itu sendiri.
Dalam perspektif islam pendidik memiliki kedudukan yang paling tinggi. Ketinggian pendidik memang bukan terletak pada materi atau banyaknya harta kekayaan yang dimiliki oleh seorang pendidik, tetapi Allah memberikan kedudukan tertinggi tersebut di akhirat kelak. Seperti yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya yang berjudul Ihya Ulum ad-Din, dimana di dalamnya tertulis sebuah kutipan yang berbunyi berikut ini:
"Barang siapa yang berilmu kemudian mengamalkannya serta mengajarkan dengan apa yang telah diketahuinya maka dialah yang dinamakan seorang yang besar dari kerajaan langit. Dia diibaratkan bak matahari yang menyinari benda-benda lainnya. Dia tetap mempunyai cahaya di dalam dirinya dan dia juga seperti minyak wangi yang menebarkan wewangian bagi yang lainnya. Barang siapa yang menyibukkan diri dengan kegiatan mengajar (mendidik) maka ia telah menguasai dan memilih suatu perkara atau pekerjaan yang agung dan memiliki kehormatan yang amat besar, maka dengan demikian perihalalah etika dan tanggungjawab mengajar dengan baik".
Menurut Imam An-Nawawi ada beberapa etika yang harus di terapkan bagi seorang pendidik, diantaranya sebagai berikut:
1. Seorang pendidik harus memiliki niat yang tulus yakni semata-mata hanya karna Allah dalam melaksakan proses pembelajaran. Proses pentransferan ilmu di sekolah tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh hasrat duniawi. Rasulullah SAW juga menjelaskan, seperti yang tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Umar ibn Khattab bahwa syarat diterima amal saleh tergantung pada niat dan tujuannya yang ikhlas.
 : "
"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya dan setiap orang itu tergantung pada apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan RasulNya, maka ia akan mendapatkan pahala hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang ia kejar atau wanita yang hendak ia nikahi, maka ia hanya mendapat sesuai niat hijrahnya".