Mohon tunggu...
Nur Ahsan
Nur Ahsan Mohon Tunggu...

Alumni PPs UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, jurusan Aqidah Filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dan Julukan "Bom Seks"

4 Februari 2011   03:11 Diperbarui: 4 April 2017   16:30 5091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1296788112103391085

Pagi ini saya lewati dengan segelas kopisusu panas, rokok filter Pro Mild, sambil melanjutkan bacaan yang belum juga tuntas terhadap novel berjudul Hotel Pro Deo karya Remy Sylado, yang, menurut Goenawan Mohamad di Catatan Pinggir Majalah Tempo, Edisi 6-12 September 2010, bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambajong.

Di dalam novel ini, tepatnya di halaman 543, tersua pernyataan Rachmat Wirjono dalam bentuk nasehat kepada sahabatnya, Dharsana, yang doyan bermain cinta dengan perempuan panas bernama Retno. “Kamu sudah saya ingatkan dari awal, Dhar: perempuan macam Retno itu berpotensi membuat kamu jadi panitia Perang Dunia Tiga. Nyatanya sekarang kamu sedang memasuki kembali ke kubur Perang Dunia Dua. Hati-hati, Dhar, jangan sampai kamu terbirit-birit di kuburan Perang Dunia Dua. Tidak akan ada orang yang memuji kamu kalau kamu kalah bukan lantaran bom atom tapi bom seks.”

Kutipan inilah yang merangsang tanya dalam benak saya: mengapa julukan “bom seks” selalu lekat kepada perempuan?

Berdasarkan pelacakan lewat mesin pencari Google dengan kata kunci “bom seks” dan “sex-bomb” menunjukkan bahwa “bom seks” memang identik dengan perempuan. Keterangan yang tersua dalam The Concise New Partidge Dictionary of Slang and Unconventional English menyebutkan bahwa “sex-bomb” adalah kata benda yang ditujukan kepada orang yang memiliki daya tarik seksual, khususnya perempuan dengan stereotip seksual.

Istilah bom seks yang acap muncul dalam beragam jenis tulisan di Indonesia, meski bukan merupakan bagian dari bahasa resmi, karena tidak terdata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemungkinan besar memang berasal dari istilah Inggris non resmi (slang), yaitu “sex-bomb”. Faktanya, istilah ini memang acap dilekatkan kepada perempuan yang dianggap memiliki daya tarik seksual, seperti marhum Anna Nicole Smith. Paling tidak, dan lagi-lagi berdasarkan pelacakan di mesin pencari Google, terdapat satu buku khusus diperuntukkan untuk Anna, berjudul Sex Bomb: the Life and Death of Anna Nicole Smith.

Brian McNair, dalam Striptease Culture: Sex, Media and Demoralization of Desire, menyebutkan bahwa istilah “sex-bomb” merupakan bentuk ekspresi kultur seksual abad ke-20. Guna mendukung tesis ini, McNair mengacu pada empat episode tayangan BBC di tahun 1998 yang secara khusus menyoroti efek dari Perang Dunia Dua terhadap revolusi sosial-seksual di Inggris sejak tahun 1960 hingga 1990-an. Lebih jauh lagi, Dagmar Herzog, dalam Sex after Fascism: Memory and Morality in Twentieth-Century Germany, bahkan menganggap istilah “sex-bomb” sebagai tema sentral untuk memahami perbedaan persepsi mendasar antara Sosialisme dan Kapitalisme dalam persoalan seks berikut hubungannya dengan isu emansipasi perempuan di Barat.

Alhasil, Anna Nicole Smith, tidak sendirian. Sejumlah aktris tenar yang pernah dan masih suka tampil seksi, seperti Madonna, sampai aktris Indonesia, sekelas Yurike Prastika, Meriam Bellina, Eva Arnaz, hingga Julia Perez juga tak lepas dari julukan “bom seks”. Lantas, adakah “bom seks” hanya milik perempuan?

“Laki-laki bisa masak itu, sumpah, seksi!” komentar Titi Sjuman tentang suaminya, eks-penabuh drum grup band Dewa, Aksan Sjuman, yang namanya kebetulan mirip dengan nama saya. Sayang sekali, Titi, oleh keseksian suaminya itu, tidak serta-merta menjuluki Aksan sebagai “bom seks”.

Ukuran seksualitas tiap-tiap orang boleh jadi berbeda. Sangat subjektif. Namun, yang pasti, seksualitas pada dasarnya bukan milik perempuan semata. Hanya saja, efek pencitraan dalam kata tertentu (baca: kuasa bahasa) seringkali memenjarakan kebebasan nalar kita. Olehnya, Titi, dan begitu juga dengan kebanyakan kita, lebih suka melekatkan “bom seks” hanya kepada perempuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun