Di antara banyak kenangan masa kecil yang melekat dalam ingatan, ada satu pemandangan yang tak pernah pudar di hati saya: setiap pagi, sebelum beraktivitas, kakek dan nenek saya selalu berpelukan. Sebentar saja. Tapi penuh arti. Satu pelukan yang sederhana, namun mampu menghangatkan hati siapa pun yang menyaksikannya.
Keindahan dalam Kesederhanaan
Tidak ada kata-kata manis berlebihan. Tidak pula gestur yang berlebihan. Hanya pelukan ringan, ditemani senyum kecil dan tatapan saling menguatkan.Â
Saya masih ingat, bahkan saat usia mereka sudah melewati kepala tujuh, kebiasaan ini tidak pernah hilang. Di balik tubuh renta yang perlahan menua, cinta mereka tetap terasa muda.
Saya dan pasangan akhirnya mengadopsi kebiasaan itu. Awalnya, hanya sebagai bentuk penghormatan atas cinta yang diteladankan kakek-nenek. Tapi lambat laun, kami mulai merasakan sendiri keajaiban dari pelukan sederhana itu.Â
Saat hari terasa berat, pelukan pasangan bisa jadi sumber kekuatan yang luar biasa. Saat tubuh lelah, pelukan bisa membuat pegal menguap perlahan. Saat hati sedih, pelukan bisa menghapus air mata yang belum sempat jatuh.
Kajian Ilmiah tentang Sentuhan dan Pelukan
Bukan hanya perasaan yang bicara; ilmu pun menguatkan. Dalam dunia psikologi, pelukan dikenal sebagai salah satu bentuk komunikasi non-verbal paling efektif.Â
Saat kita berpelukan, tubuh melepaskan hormon oksitosin, atau dikenal sebagai love hormone. Hormon ini tidak hanya memperkuat ikatan emosional, tapi juga membantu meredakan stres, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan perasaan bahagia.
Penelitian dari University of North Carolina menyebutkan bahwa pelukan yang dilakukan secara rutin dapat menurunkan kadar hormon stres (kortisol) dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pelukan juga mengaktifkan sistem saraf parasimpatik, yang membantu tubuh rileks dan mempercepat pemulihan fisik.