Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dua Dimensi dalam Ibadah Kurban

12 Juli 2022   15:25 Diperbarui: 12 Juli 2022   15:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ibadah Kurban yang menjadi puncak ibadah haji bagi umat muslim sejatinya multi dimensi. Pertama adalah dimensi rasa taat yang murni kepada Allah SWT ; ini disebut ibadah mahdah dimana rasa taat Ibrahim diimplementasikan dengan penyembelihan hewan kurban baik sapi maupun kambing.

Kedua adalah dimensi sosial dimana dalam ibadah kurban seseorang yang mampu berkorban -- tentu seekor sapi cukup mahal, berbagi dengan sesamanya. Mereka diajak untuk ikut menikmati daging yang mungkin jarang bisa mereka nikmati.

Kita bisa merasakan bahwa masa pandemic Covid 19 sangat memukul banyak hal di dunia. Bukan saja Kesehatan namun juga bidang ekonomi. Pada masa dua tahun yang harus kita lewati itu, banyak orang kehilangan pekerjaan karena tidak semua sector bisa berjalan normal. 

Sektor transportasi dan pariwisata hamper berhenti total karena orang dilarang bekergian selama beberapa waktu. Begitu juga dengan beberapa bidang lain sehingga ini sangat mempengaruhi kehidupan banyak orang.

Kita patut bersyukur bahwa masa itu sudah bisa kita lewati dengan baik. Ini juga ditandai dengan pelaksanaan ibadah haji yang berjalan dengan normal.

Kembali soal ibadah kurban.

Ketaatan seseorang atau tingkat spiritualitasnya dapat kita lihat dengan baik saat hidup berdampingan dengan orang lain. Ajaran agama terwujud dalam kehidupan sosial yang berdasarkan diri pada akhlak sesuai dengan ajaran nabi Muhammad SAW.  Seperti saya sebut di atas, soal dimensi spiritual dan dimensi sosial dalam ibadah.

Seseorang tidak bisa mengklaim dia seorang muslim taat jika relasi sosialnya sangat buruk. Dia berbuat kasar, melakukan kekerasan fisik (atau bahkan seksual) , suka menghina pihak lain dan berperilaku buruk di lingkungan terdekatnya. Perbuatan kasar, pelecehan sex, melakukan penghinaan secara verbal , menuliskan ujaran kebencian kepada pihak lain, sejatinya adalah bentuk ego manusia.

Ego itu sedemikian liarnya dan tidak bisa dia kendalikan sehingga menghasilkan perilaku buruk dan berakibat buruk juga kepada pihak lain. Banyak orang yang fanatic mengebom rumah ibadah umat lain, melakukan terror sehingga umat lain tak nyaman dan berbagai perilaku buruk lainnya.

Jika demikian apakah orang itu bisa disebut baik dalam hal spiritualitas ? Bahkan al- Quran dan hadis tidak pernah mengajarkan hal-hal buruk seperti itu kepada para umat. Hal buruk terjadi karena umat gagal menekan egonya artinya , dia tidak taat dengan banyak yang tertulis dalam alQuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun