Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal, Wali Songo, dan Toleransi

23 Januari 2022   00:05 Diperbarui: 23 Januari 2022   00:07 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia mempunyai sekitar 1.340 suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Keberadaan suku tersebut tentu melekat adat istiadat dan budaya yang berbeda. Bahasa dan agama yang dianut pun juga saling berbeda. Mungkin, tidak ada negara di dunia ini yang mempunyai suku sebanyak di Indonesia. Wajar kiranya jika keberagaman di Indonesia ini cukup signifikan. Dan wajar pula jika Indonesia mengedepankan nilai-nilai toleransi, agar bisa menjaga harmoni dalam keberagaman tersebut. Dan hal ini terbukti berhasil. Hingga saat ini kita semua masih bisa berdampingan dalam keberagaman.

Di suku Jawa mengenal tepo seliro, atau bentuk dari tenggang rasa antar sesama. Suku-suku lain yang ada di Indonesia mungkin juga punya nilai tepo seliro dengan istilah yang berbeda. Secara nasional, nilai kearifan lokal itu familiar dikenal dengan gotong royong dan toleransi. Saling membantu dan menghargai ini merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Indonesia. Dan nilai-nilai ini pun nyatanya juga dianjurkan oleh agama-agama yang ada di Indonesia, termasuk agama Islam.

Sejarah Islam di nusantara ini tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kearifan lokal. Masyarakat yang ketika itu sudah memeluk Hindu dan Budha, bahkan ada yang aliran kepercayaan, begitu terbuka menerima keberadaan para Wali ini. Dan ini membuktikan, bahwa Islam masuk dengan cara yang santun, damai dan tidak pernah menjelekkan budaya lokal yang telah ada. Wali Songo berdakwah dengan cara yang menarik, santun dan menyenangkan. Karena itulah Islam akhirnya mudah diterima dan berkembang menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia.

Wali Songo sangat menghargai perbedaan dan keberagaman yang telah ada. Karena itulah metode dakwah yang digunakan tidak monoton dan menyesuaikan dengan dinamika yang berkembang. Para Sembilan wali itu menggunakan strategi kebudayaan sanga sangat strategis dan fleksibel. Karena itulah banyak masyarakat akhirnya memilih memeluk Islam. Toleransi yang dibangun ketika itu juga sudah begitu kuat. Alhasil akulturasi budaya lokal dan Islam menjadi hal yang terhindarkan.

Bentuk akulturasi tersebut tidak hanya bisa kita lihat dalam bentuk bangunan tempat ibadah, tapi juga terlihat dalam perilaku. Akuluturasi budaya lokal dan Islam melahirkan nilai toleransi, yang masih dijaga hingga saat ini. Ketika masyarakat muslim merayakan Idul Fitri, disebagian daerah masyarakat non muslim juga ikut membantu. Begitu juga ketika Natal, masyarakat muslim banyak yang menjaga gereja. Sungguh pemandangan yang sangat menggembirakan.

Belakangan, publik ramai memperbincangkan perilaku pemuda yang dianggap sangat intoleran. Tidak menghormati kearifan lokal masyarakat di Kawasan gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur. Pemuda tersebut membuang dan menendang sesajen sambil berteriak takbir. Apa maksudnya tidak jelas. Dia sempat mengatakan hal itulah yang membuat murka Allah. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda tersebut tidak mengerti tentang budaya di negaranya sendiri. Dia tidak mengerti kearifan lokal masyarakat lokal.

Akibat perbuatannya, pemuda bernisial HF tersebut kemudian ditangkap aparat kepolisian. Saat ini dia harus mendekam di Mapolres Lumajang, Jawa Timur. Meski telah meminta maaf, HF tetap harus menjalani hukumannya. Semoga contoh ini bisa jadi pembelajaran bersama. Bahwa saling menghargai dan menghormati itu wajib di Indonesia. Jika tidak mau melakukan, lebih baik tidak usah tinggal di Indonesia. Jika terus mempersoalkan keberagaman, lebih baik tak usah tinggal di Indonesia. Karena negeri ini sangat beragam. Dan keberagaman ini merupakan anugerah dari Tuhan yang harus kita jaga dan lestarikan. Dan dalam keberagaman tersebut tentu saja terdapat nilai-nilai kearifan lokal, yang juga harus terus dijaga. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun