Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lawan Hoaks dengan Literasi dan Upaya Menjaga Akal Sehat

26 Januari 2020   07:29 Diperbarui: 26 Januari 2020   07:29 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bijak Bermedia Sosial - www.yoannafayza.com

Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini, segalanya memang terasa begitu mudah. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan, cukup googling aja, informasi yang kita butuhkan muncul dalam hitungan detik. Ingin mencari pekerjaan yang kita inginkan, juga bisa muncul dalam waktu yang tak lama. Sayangnya, kemudahan dalam dalam mengakses informasi ini dikotori dengan oknum-oknum yang secara sengaja menyebarkan informasi bohong atau hoask di media sosial.

Munculnya hoaks ini menjadi fenomane global yang terjadi hampir di semua negara. Di Indonesia sendiri, hoaks telah memberikan dampak yang sangat negative. Di tahun politik kemarin, hoaks telah membuat masyarakat galau. Hoaks juga telah membuat potensi konflik nyaris terjadi, karena saling caci antar pendukung terjadi begitu masif di dunia maya. Antar pendukung saling mencari kejelekan pasangan calon lawan. Dan kejelekan itu kemudian diunggah di dunia maya, untuk menjatuhkan elektabilitas.

Hoaks tidak hanya digunakan untu kepentingan politik. Hoaks juga seringkali digunakan oleh kelompok radikal menyebarkan propaganda radikalisme. Mereka menggunakan istilah-istilah keagamaan, untuk mendapatkan simpati publik. Bahkan, mereka seringkali mereduksi nilai-nilai keagamaan yang membuat masyarakat bingung. Akibatnya, banyak masyarakat bicara agama tanpa mengerti maknanya. Karena yang mereka pahami adalah makna yang salah, yang telah direduksi atau disalah artikan oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Untuk itulah, perlu upaya untuk menangkal penyebaran hoaks ini. Generasi penerus harus diberi pemahaman yang benar, agar tidak terjebak pada pemahaman yang salah. Generasi penerus harus diajarkan tentang nilai-nilai kearifan lokal, agar tidak terpapar paham-paham yang tidak relevan dengan budaya negeri ini. Selain memahami kearifan lokal, di era digital ini juga perlu penguatan literasi.

Budayakan untuk membaca informasi pada sumber yang benar. Cek riceklah setiap informasi yang didapatkan di media online. Jangan mudah percaya. Contoh sederhana adalah munculnya keratorn agung sejagat, sunda empire dan kesultanan selaco, telah membuat sebagian masyarakat percaya. Bahkan ada juga yang menyerahkan sejumlah uangnya, karena termakan iming-iming akan berlipat ganda. Mari kita realistis. Di zaman sekarang, bagaiaman mungkin uang bisa berlipat ganda hanya dalam waktu singkat? Semuanya butuh kerja keras.

Begitu juga jika ada anggapan melakukan bom bunuh diri merupakan bagian dari jihad dan akan dijamin masuk surge. Mari kita berpikir rasional. Yang berhak memutuskan seseorang itu masuk surga atau tidak itu bukan manusia, melainkan Allah SWT. Jika kita ingin masuk surge, maka perbanyaklah beribadah dan berbuat baik kepada siapa saja. Jangan mudah terbujuk rayu dengan iming-iming ini itu. Semua itu merupakan ilusi. Berpikirlah realistis. Dengan berpikir realistic, maka kita akan bisa menjaga akal sehat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita semua. Sekali lagi, hadapilah hoaks dengan literasi, agar akal sehat kita tetap terjaga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun