Kenangan masa kecil berlebaran kadang serasa geli agak memalukan. Malu karena kok ketika kecil sudah punya pikiran seperti itu. Geli karena bukankah itu memang masa kanak-kanak yang alamiah dan biasa semua orang sangat mungkin mengalaminya?
Sewaktu kecil bapak dan ibu saya selalu menekankan adanya silaturahim. Mendatangi saudara-saudara terutama simbah eyang pakdhe budhe paklik bulik dan sepupu-sepupu yang berada di luar wilayah teritorial bermain. Artinya ya berjauhan gitu.
Biasanya memang pas hari H lebaran setelah shalat Ied, jatahnya keliling kampung. Lantas bakdo dhuhurnya meluncur ke tabon Ibu alias nenek di daerah lain. Hari ke-2 biasanya piknik sekitar misalnya ke Makam Raja Imogiri, walahh... ya tetep senang ketika itu mau ke makam raja saja menunggu lebaran dan pulangnya jajan bakso. Gitu saja sudah senenggggg... alhamdulillah....
Nah, terkait salam tempel, ketika datang ujung alias bersalaman nada sungkem dengan kata berbahasa jawa, maka setelah sungkem lantas makan minum sebagaimana mestinya.
Nah, kalau sudah makan minum, maka kami lantas berpamitan untuk meneruskan berkunjung ke saudara yang lain.
Nah, kalau pakdhe atau budhe lantas berkata , "Sik.. sik...sebentar ya....", maka jantung ini mak tratap dan dheg-dheg sirrr......... Waduh, naga-naganya mau dapat salam tempel nih.
Alhamdulillahhhhhhh.... bulnya beneran............ Jadi ada kode-kode kalau mau diberi salam tempel.
Dan setelah kami pulang, misalnya gak dapat salam tempel sama sekali, kami saling meledek siapa yang paling berharap, dan yang diledek pasti menangis maluu... Lantas diberi obat oleh bapak ibuk dengan diberi salam tempel sendiri.
Begitulah kenangan masa kecil mengenai salam tempel.