Semoga almarhum Bapak berlimpah barokah di alam kelanggengan. Beliau wafat ketika saya sedang KKN seusia mahasiswa di tahun 1995.
(2) Gitaran di hamparan pasir Kali Opak
Anak dusun itu sama dengan anak kota. Suka bergaya. Padahal belum tentu bisa. Termasuk kalau menenteng gitar, wah jan ampuh tenan. Kayak anak-anak modern kota, begitu gumam kami sambil meledek sesama teman desa.
Nah, ngabuburitnya kami ketika itu adalah main gitaran, sambil menggelar tikar di pinggiram Kali Opak yang masih banyak hamparan pasir ketika itu. Meski tidak bisa main gitar, yang penting genjrang-genjreng sambil berteriak suara parau bin menakutkan ayam yang berkotek di pinggiran sungai. Hehehe...
Menjelang magrib, kami berkemas untuk pulang berbuka. Hikmah dalam hal ini, meski anak-anak namun kami tetap shalat di waktunya dengan hamparan tikar di pinggir sungai Opak.
Sesekali kami saling bertegur sapa dengan penambang pasir tradisional yang mengorek pasir atau memecah batu di pinggiran sungai. Ketika itu.
Sekarang sepertinya penambang pasir hilang seiring dengan pasir yang tidak mau datang ke Kali Opak. Konon hulunya di kaki Merapi sudah dibelokkan, sehingga pasir mengalir ke arah magelang dan sleman, tidak ke bantul lagi.
Namun saat ini tahun 2020-2021an ini, sebagian kreator menyulap sisi sisi SUngai Opak dengan kulineri yang eksotik.
(3) Bermain kartu omben
Main kartu, remi, atau bahkan omben (menyamakan jensi kartu, yang angka tinggi yang menang), juga menjadi kenangan masa kecil Ramadhan jaman doeloe. Teman yang pinter, akhirnya ada yang menjadi atlet truft atau pemain profesional.