RUU Minuman Beralkohol segera disahkan? Sebagian publik merespon dengan sangat antusias. Ada yang mendukung untuk disahkan, ada yang menolak dan mengatakan bahwa jika minuman alkohol dilarang, mengapa tidak menutup sekalian pabriknya?
Lantas dijawab, sebab pabriknya kebanyakan tidak di sini, alias banyak diimpor. Jika demikian, mengapa import minuman beralkohol tidak dilarang sekalian?
Wah, transaksinya nilai ratusan milyar, bisa berpengaruh terhadap ekonomi nasional. Lha njuk gimana...binung alias mumit kan...
Muter-muter, sebenarnya sangat mungkin cara sosialisasi dan komunikasi sebelum sebuah regulasi dirilis, salah. Atau kurang. Jika minuman beralkohol dilarang, apakah minuman legen atau sari tape, yang baunya saja bisa mak sreng... aroma alkohol.. juga dilarang?
Padahal itu makanan dan minuman favorit di sebagian wilayah kita, misalnya legen Tuban, tape Pasuruan, dan lain sebagainya.
***
Indonesia memang negara yang sedang demam mengatur ini itu. Sehingga ide omnibus law, sejatinya juga ingin menyederhanakan ragam aturan.
Namun, selalu ada penumpang gelap yang menyebabkan gejolak penolakan. Sama halnya dengan RUU Minuman Beralkohol, jika tujuannya baik, maka sosialisasi harus dilakukan tanpa henti, tidak menunggu gejolak baru bertindak.
Apakah perlu mengatur konsumsi daging babi yang dilarang untuk penganut agama tertentu? Jika tidak dikendalikan, regulasi semacam itu juga bisa dirilis yang justru akan membingungkan publik, karena aturannya ada dalam hukum halal haram makanan bagi muslim khususnya. Namun, masih ada potensi daging babi dicampur daging sapi, dan lain sebagainya.
Cape deh..... banyak mitigasi risiko jika solusinya adalah RUU, maka implementasinya bisa bertele-tele dan ruwet ruwet ruwet.