Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 ini telah diprediksi oleh berbagai lembaga. Prediksi berbagai lembaga terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, misalnya Bank Dunia (5,1 persen), IMF (5,1 persen), Bank Pembangunan Asia atau ADB (5 persen), BI (4,8 sampai 5,6 persen), dan INDEF (5 persen).
Namun dari berbagai prediksi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 ini tak beranjak jauh dari realisasi pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun lalu (kecuali saat Covid19) yaitu 5 persen atau 5 persen lebih sedikit.
Meski demikian di tahun 2025 tersebut harus ada upaya lebih keras untuk mewujudkannya karena situasi ekonomi di 2025 ini tak mudah.karena berbagai faktor domestik maupun global.
Berbagai faktor domestik tersebut antara lain: menurunnya jumlah kelas menengah, deflasi yang merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat, adanya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen untuk barang mewah yang bisa menyeret ke kenaikan harga-harga barang bahkan yang tidak kena kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, adanya rencana kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor, dan lain-lain.
Sementara faktor global yang menjadi ancaman adalah kebijakan ekonomi global Donald Trump yang kecenderungannya adalah protektif terhadap barang dan jasa dari negara-negara lain.Ditambah lagi ketidakpastian global yaitu masih berlangsungnya perang antara Ukraina dan Rusia serta antara Israel dan Hamas yang menyebabkan masih tingginya harga energi dan pangan yang sampai saat ini sebagian masih diimpor oleh Indonesia.
Masih Prospektif
Meski demikian masih ada beberapa lapangan usaha atau sektor ekonomi yang masih memberi harapan atau prospektif.
Pertama, sektor pertanian. Bagimanapun sektor pertanian masih prospektif karena menyediakan bahan pangan bagi masyarakat. Tentu saja untuk lebih berkebang dibutuhkan kreativitas dan modernisasi di sektor ini. Kreativitas yang dibutuhkan misalnyauntuk menanam tidak hanya komoditas pangan tradisional seperti padi tetapi untuk komoditas yang harga dan nilai tambahnya tinggi misal bunga hias dan potong yang sampai saat ini Indonesia masih mengimpor.
Kedua, sektor industri makanan dan minuman (food and beverages). Sektor ini masih prospektif karena bagaimanapun makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia. Hal ini juga diperkuat dengan data bahwa pengeluaran konsumsi sampai saat ini merupakan penyumbang terbesar pendapatan nasional Indonesia. Data terkahir sumbangan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan nasional  Indonesia di kuartal kedua tahun 2024 adalah 54,53 persen.
Ketiga, industri kimia. Industri kimia masih prospektif karena tekad Presiden Prabowo untuk mewujudkan kemabli swasembada pangan Indonesia yang dulu pernah dicapai. Agar swasembada pangan bisa dicapai maka produktivitas sektor pertanian harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan produktivitas pertanian tersebut dibutuhkan pupuk dan juga pestisida yang membutuhkan bahan-bahan kimia. Di samping itu bahan kimia juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti pasta gigi, sabun mandi, deterjen pakaian, cairan pel lantai, dan lainnya.
Keempat, industri farmasi. Industri farmasi masih merupakan sektor yang prospektif karena bagaimanapun kebutuhan manusia untuk sehat merupakan kebutuhan dasar dan sekarang juga berkembang tuntutan tidak hanya kesehatan secara dasar tetapi juga meningkat kualitas serta ragamnya.