Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Film

Beberapa Catatan Seputar Film Ave Maryam

18 April 2019   14:45 Diperbarui: 18 April 2019   15:07 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Sama dengan masyarakat katolik yanag lain karena penasaran maka saya nonton film "Ave Maryam". Sebuah film besutan sutradara Robby Ertanto, dengan dibintangi Maudy Kusnaedi, Olga Lydya, Cicho Jerico, Tuti Kirana, dan Joko Anwar serta beberapa rohaniawan seperti Romo Aloysius Budi Purnomo Pr dan beberapa suster dari susteran OSF Gedangan Semarang.

Film ini mengisahkan tentang pergulatan Suster Maryam yang bertugas mengurus suster-suster tua antara tetap hidup membiara ataukah keluar karena pernah jatuh cinta pada Romo Yosef dan melakukan perbuatan tercela. Sepanjang film, penonton tak banyak disuguhi doalog, hanya suasana suram biara (lokasinya di susteran OSF Gedangan SEmarang), pasturan Santo Yusuf Gedangan Semarang, dan beberapa adegan di Kota Lama Semarang serta sebuah lokasi wisata di Yogya. Jusru karena dialog yang minim ini maka film ini, menurut saya, terlalu sederhana dan kadang sulit dimengerti. Misalnya penonton bertanya-tanya: apa hubungan suster tua yaitu Suster Monik yang sakit dengan Romo Yosef. Penonton hanya disuguhi foto ketika Romo Yosef masih kecil dan digandeng Suster Monik. Lalu ada juga dialog Romo Yosef dengan suster Monik di makam suster-suster. Tapi saya juga tak menangkap maksud dan arah dari dialog tersebut. 

Kelemahan lain film ini adalah mungkin karena baik sutradara maupun pemainnya bukan nasrani, hanya Olga Lidya yang beragama katolik maka ada yang kurang sempurna dalam adegan dan dialog. Misalnya sajaketika suster Maryam membalas salam gadis kecil yang rutin mengantar susu danmakanan ke susteran dan pasturan. Waktu itu suster Maryam menyahut salam sang gadis kecil dengan "walaikum salam". Adegan lain ketika Suster Maryam mengaku dosa di bilik pengakuan dosa dengan Romo Yosef maka denda atau penintensi yang biasa diberikan oleh romo pada mereka yanag mengaku dosa tidak diberikan.

Namun memang penonton nampaknya diharapkan memaklumi bahwa film ini tidak dimaksudkan sebagai film rohani atau religius. Film ini dimaksudkan murni film kemanusiaan. Ia mengangkat sisi kemanusiaan biarawan-birawati yang seringkali muncul sisi kemanusiaannya berupa cinta kepada lain jenis. 

Di tengah banyak kekurangan itu, kelebihan film ini adalah menyuguhkan sudut-sudut Kota lama di Kota Semarang yang dishoot secara artistik. Jadi sebagai warga Semarang saya senang film ini mempromosikan Kota Semarang.

Akhir cerita dari film ini tampaknya dibuat mengambang. Sehabis mengaku dosa Suster Maryam mengangkat koper pergi kestasiun Tawang. Tetapi kemudian balik ke gereja. Namun setelah selesi berdoa dia kembali mengangkat kopernya dan film selesai. Apakah ia balik ke biara? Ataukah ia pulang ke daerahnya dan keluar dari biara?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun