APBD DKI di Bawah kepemimpinan Anies Sandi naik. Ada analisis yang mengatakan bahwa sisi positifnya adalah Anies ingin memperbaiki hubungan Gubernur-DPRD yang sempat memburuk saat Ahok-Djarot berkuasa.
Terlebih dahulu kita perlu menengok ke belakang soal hubungan Gubernur-DPRD ini. Saat UU Otonomi Daerah yaitu UU Nomer 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah maka DPRD dan Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan yang disebut sebagai Pemerintah Daerah. Ini agak aneh dan lucu sebab menjadikan eksekutif dan legislatif satu kesatuan. Padahal salah satu fungsi legislatif adalah melakukan kontrol terhadap eksekutif.Â
Memang pembahasan anggaran, persetujuan Perda, dan lain-lain akan lancar-lancar saja. Tetapi rakyatlah yang akan dirugikan karena DPRD sebagai wakil rakyat tidak boleh berbeda dengan Gubernur. Untunglah kemudian reformasi membuahkan hasil positif sehingga UU Nomer 5 Tahun 1974 menjadi UU Nomer 22 Tahun 199 yang kemudian diganti lagi menjadi UU Nomer 32 Tahun 2004, diubah lagi menjadi yang terbaru UU Nomer 9 Tahun 2015. Semua UU yang mengganti UU Nomer 5 Tahun 1974 tersebut memisahkan legislatif dan eksekutif di Pemerintahan Daerah. Legislatif yang mewakili rakyat bisa mengontrol eksekutif.
Kalau dalam rapat-rapat ada perdebatan antara legislatif dan eksekutif maka hal itu biasa.
Dalam kasus Ahok-DPRD hubungan agak renggang itu juga biasa. Tapi memang yang aneh Ahok justru pro rakyat, sementara DPRD penginnya dapat fasilitas ini-itu dan bisa menggubakan uang rakyat seenaknya.
Kini Anies ingin bermesra-mesra dengan DPRD dengan cara menaikkan anggaran untuk DPRD. Rakyatlah mungkin yang akan dirugikan. Ini yang justru mengkhawatirkan.