Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Film

Curhat Singkat Soal Snyder's Cut

25 Maret 2021   09:52 Diperbarui: 7 April 2021   03:01 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: liputan6.com

Ketika Zack Snyder's Justice League akhirnya ditayangkan, saya merasa lega saat membaca komentar kebanyakan kritikus. Secara umum komentar mereka positif. Beda dengan komentar mereka dulu soal Batman V Superman. Lho kok bukan dibandingkan dengan Justice League 'resmi' yang diobok-obok Josh Whedon dulu? Yah, kalau itu semua sudah kompak menunjuk jempol ke bawah. Tidak ada gunanya menembak zombie yang sudah ditembak berkali-kali. Lagian memang bukan itu tujuan saya membuat tulisan ini.

Persoalan saya memang bukan dengan Josh Whedon, tapi dengan para kritikus yang dulu berkomentar jelek tentang Batman V Superman - yang juga dibesut Zack. Sesuatu yang membuat saya tak habis pikir, bahkan sampai sekarang. Soalnya saya masih menganggap film itu satu film Superhero terbaik. Ceritanya serius dan gelap seperti tulisan Joseph Conrad. Sementara plotnya kompleks bin rumit seperti novelnya Tom Clancy.

Anehnya, justru karena alasan gelap, ruwet, gloomy, bleak, dan sejenisnya itulah film tersebut dikecam. Lha kalau film yang gelap dan kompleks itu jelek, kenapa dulu Citizen Kane atau Clockwork Orange dipuji-puji? Apakah tidak boleh film superhero itu dibikin serius. Sesuatu yang sebenarnya tidak aneh. Kalau pembaca suka membaca komik DC maupun Marvel, justru trend ceritanya sekarang seperti itu. Mengganggu, tragis, dan pahit. Seperti membaca novelnya Mochtar Lubis.

Karena itulah saya berpikir mungkin para kritikus itu mungkin terbiasa dengan resep superhero ala Marvel yang 'cerah' sehingga tidak siap dengan sajian yang 'muram'. Seperti kritikus sastra jaman dulu yang mencaci karya-karya Edgar Allan Poe. Meski itu tidak menjelaskan kenapa mereka dulu tidak keberatan dengan trilogi Batman dari Christopher Nolan atau dwilogi Tim Burton yang juga tak kalah kelam. Dan kenapa pula mereka dulu bersuara miring terhadap Batman and Robin ala Joel Schumacher yang tidak cuma cerah, tapi malah warna-warni dan penuh banyolan saru.

Sejarah film memang membuktikan kritikus juga sering melakukan kesalahan. Bahkan kesalahan besar. Sekarang ini tidak ada yang meragukan bahwa Star Wars, Alien, Indiana Jones, Blade Runner, Fight Club, The Shining, Bonnie and Clyde, sampai Psycho adalah piece of art yang memiliki pengaruh besar sampai puluhan tahun kemudian. Tapi di masa awal perilisannya, komentar kritikus terhadap film-film itu luar-biasa nyinyir. George Lucas, sutradara Star Wars, malah tidak pernah mau memajang komentar kritikus di poster filmnya. Saking kesalnya dia dengan mereka.

Intinya sejak kasus Batman V Superman itu, saya juga agak-agak gimana dengan kritikus di barat sana. Makanya saya gembira ketika beberapa tahun lalu ada seorang fans super-hero DC dari Arab yang sempat mau melakukan gerakan protes di dunia maya terhadap situs Rotten-Tomatoes yang koleksi kritik di sana cenderung memojokkan film-film DC. Paling tidak, ternyata saya tidak sendirian merasa jengkel. Hehehe.

Tentu saja saya lebih gembira lagi ketika mendengar gerakan #ReleaseSnyderCut dari fans yang menginginkan film DC kembali ke nuansa gelap ala Batman V Superman, Man of Steel, dan Wonder Woman yang semuanya mendapat sentuhan Zack. Gerakan ini mengemuka paska penampakan Justice League garapan Josh Whedon yang, memang harus diakui, rasanya mirip kerupuk yang dicelup kopi susu. Berarti saya tidak terlalu gila ketika menganggap karya Zack itu epik. Kalau pun gila, ternyata temannya banyak.

Makanya ketika membaca bahwa Zack Snyder's Justice League ternyata cukup nge-hype dan pada umumnya review cenderung positif, saya bisa kembali nyengir. Mudah-mudahan itu bukan karena para kritikus lebih berhati-hati setelah melihat fans Zack Snyder yang tak kalah fanatik dengan pendukung Donald Trump. Sempat ada doa jelek yang saya panjatkan sebagai fans DC, bahwa ini menandai suatu era. Era di mana film DC kembali ke puncak dan film Marvel mulai surut ke bawah.

Tenaaang. Becanda. Saya pingin dua kutub itu terus berjaya di puncak dan trend genre super-hero tetap awet. Sehingga Holywood tidak kembali dipenuhi komedi romantis seperti tahun sembilan puluhan dulu. Huehehehe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun