Pendahuluan
Alpukat (Persea americana Mill.) semakin populer di seluruh dunia, bukan hanya sebagai buah segar, tetapi juga sebagai sumber minyak nabati yang bernilai tinggi. Minyak alpukat sering disebut sebagai "emas hijau" karena warna dan kandungan gizinya yang kaya. Sama seperti minyak zaitun, minyak alpukat mengandung asam lemak tak jenuh tunggal, vitamin, mineral, serta senyawa bioaktif lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Alpukat merupakan salah satu buah yang sangat populer di Indonesia dan dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan. Konsumsi alpukat dapat membantu menjaga tekanan darah, kesehatan jantung, dan kesehatan mata, sekaligus mencegah sembelit (Hartati dkk., 2022). Tingginya tingkat konsumsi alpukat di Indonesia secara langsung memengaruhi kebutuhan pasokan nasional. Oleh karena itu, produksi alpukat menjadi indikator penting untuk memastikan ketersediaannya.
Meskipun data resmi mengenai produksi alpukat Indonesia pada tahun 2024 belum tersedia, catatan dari tahun-tahun sebelumnya (2019--2023) menunjukkan adanya tren peningkatan produksi yang stabil. Bahkan, lonjakan terbesar terjadi antara 2020 dan 2021 dengan kenaikan hingga 32% (BPS Indonesia, 2024). Peningkatan permintaan ini mencerminkan prospek ekonomi yang menjanjikan, sehingga pengembangan budidaya alpukat di Indonesia perlu mendapat perhatian serius.
Menurut Agustian (2016), sektor pertanian sangat penting dalam mendukung ketahanan pangan, pakan ternak, bahan baku industri, hingga energi berbasis bio. Karena itu, optimalisasi sektor pertanian, termasuk alpukat, menjadi langkah strategis untuk mendorong kesejahteraan rakyat. Permintaan pasar yang terus meningkat juga terbukti dari data ekspor alpukat Persea americana yang mencapai 316 ton pada 2019 dan naik menjadi 483 ton pada 2020 (BPS Indonesia, 2022). Fakta ini menandakan bahwa industri alpukat masih memiliki ruang besar untuk berkembang, baik di pasar domestik maupun internasional.
Kini, Â Kabupaten Buleleng kian serius menggarap potensi hortikultura yang dimilikinya. Tak hanya durian yang sudah lebih dulu dikenal, kini alpukat mulai menjadi perhatian utama Pemkab Buleleng melalui Dinas Pertanian. Kepala Dinas Pertanian, Made Sumiartha, menegaskan bahwa pengembangan alpukat dilakukan karena prospek harga dan pangsa pasarnya yang sangat menjanjikan.
Salah satu langkah konkret adalah program "Kampung Alpukat" yang digagas di Desa Pucaksari, kawasan perkebunan kopi. Program ini terinspirasi dari keberhasilan "Kampung Durian" dan diharapkan mampu menjadikan Buleleng sebagai sentra alpukat unggulan. Berbagai varietas, mulai dari Alpukat Aligator, Markus, hingga Mentega, akan dikembangkan agar bisa berbuah tanpa mengenal musim.
Melalui forum diskusi dengan petani dan pakar alpukat, pemerintah berupaya mengaplikasikan teknologi yang memungkinkan alpukat berbuah di luar musim. Dengan harga berkisar Rp20.000--Rp30.000 per kilogram serta potensi produk turunan, alpukat dinilai mampu memberikan nilai tambah signifikan bagi petani.
Tak hanya dijual segar, alpukat juga bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi seperti minyak alpukat. Melalui program ini, Buleleng menatap masa depan dengan optimisme: menjadikan buah tropis ini bukan sekadar hasil panen musiman, tetapi sumber kesejahteraan berkelanjutan bagi masyarakatnya.
Dukungan pemerintah menjadi kunci dalam mengatasi berbagai kendala produksi, mulai dari aspek teknis budidaya hingga akses pasar. Kebijakan yang tepat, misalnya melalui penyediaan fasilitas pertanian, pelatihan, serta subsidi, diyakini mampu meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan. Subsidi untuk pupuk, benih unggul, hingga alat pertanian modern akan membantu menekan biaya produksi sekaligus memotivasi petani memperluas lahan tanam mereka (Kementerian Pertanian, 2021).