Bangunan tradisional Batak Karo
Merunut dari bacaan (kebudayaan kemendikbud.go.id), bangunan tradisional Batak Karo memiliki arsitektura bentuk, struktur dan tahapan pembuatan yang baku. Diwariskan turun temurin antar generasi. Bukan hanya sekedar rumah untuk berlindung bagi keluarga inti. Mencakup pula fungsi sosial.
Arsitektura bangunan yang bernilai ekologis. Menerapkan penyesuaian konsep daerah iklim lembab tropis. Mari simak bagian atap. Memiliki sudut kemiringan lumayan besar dengan teritisan yang lebar. Menangkap derasnya pukulan hujan, agak menahannya di teritis. Bagian pengaturan suhu rumah secara alami. Pengetahuan lokal yang menjadi dasar kearifan.
[Ooh, menyimak ada nilai persamaan dengan arsitektura atap rumah bagonjong di Sumatera Barat. Menyesuaikan pasokan air yang dibawa angin kuat dari Samudera Indonesia]
Menyikapi kelembaban tanah, diraciklah lantai bangunan yang diangkat dari muka tanah. Semacam rumah panggung. Nilai kearifan menjaga kelembaban dalam rumah. Antisipasi kesehatan penghuni dengan apik. Arsitektura rumah ekologis.
Ruang atap sebagai representasi dunia atas, pengakuan akan kekuatan dan tempat yang disucikan. Badan rumah lekat dengan pemaknaan tempat kehidupan nyata keduniawian. Kaki rumah sebagai dunia bawah, tempat ternak berteduh.
Mejuah-juah
Bersyukur sekali, menuruti kata hati. Nekad putar balik mampir. Ternyata mendapat pembelajaran inkulturasi.
Secara pribadi, sangat tertarik dan menikmati bangunan rumah ibadah yang menyatu dengan budaya setempat. Juga menjadi bagian dari pelestarian nilai luhur kelokalan. Menanamkan religi tanpa mencerabut akar budaya.
Menyimak kerumitan struktur bangunan rumah adat dan materi yang dipergunakan, terbayang taksiran nilai bangunan. Mungkin akan terjadi penyusutan minat membangun rumah hunian dengan bangunan tradisi. Nah, arsitektura gereja inkulturatif ini menjadi juga 'semacam prasasti' bangunan rumah adat Karo.