Mohon tunggu...
Novi Nurul Khotimah
Novi Nurul Khotimah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah dengan hati

GURU MULIA ADALAH GURU YANG BERKARYA

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Hantaran Makanan Tradisi Jelang Ramadan

18 Mei 2020   20:46 Diperbarui: 18 Mei 2020   21:08 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan ramadan adalah bulan yang senantiasa dinantikan oleh seluruh umat muslim di muka bumi ini. Kehadirannya selalu menuai kerinduan mendalam pada hati sanubari. Bahkan ketika memasuki bulan sya'ban aura ramadan seakan sudah sangat dirasakan terutama pada pertengahan bulan sya'ban atau pada saat Nishfu Sya'ban tatkala semua catatan amal baik dan buruk saatnya ditutup sudah selama satu tahun. Lembaran baru akan dimulai kembali esok hari. Dan dua minggu kemudian persiapan menjelang bulan Ramadan. 

Begitupun persiapan jelang ramadan di daerah tempat kelahiran saya. Hampir tiga dasa warsa saya tidak berada di daerah kelahiran saya. Ada kerinduan menyelimuti hati manakala menjelang bulan suci Ramadan. Rindu akan suasana gembiranya seluruh warga kampung dalam menjemput hadirnya bulan Ramadan. Ramainya mushola-mushola tiap kampung, para jamaah masjid jami sibuk dengan berbagai agenda yang akan dipersiapkan selama satu bulan ke depan. Berbagai tradisi menjelang bulan ramadan pun sibuk dilaksanakan.

Ada beberapa tradisi menarik menjelang Ramadan datang yang kerap dilakukan di daerah saya. Pertama, tradisi nyekar (begitu istilah orang tua saya) atau ziarah kubur ke makam para leluhur, orang tua, ataupun saudara yang sudah tiada. Hal yang dilakukan saat di pemakaman adalah membersihkan area pemakaman dari rumput-rumput liar, menyapu reranting dan dedaunan kering yang berserakan di sekitar makam keluarga. Dilanjutkan berdo’a. Membacakan do’a-do’a bagi keluarga yang sudah tiada agar kiranya Allah mengampuni segala dosa-dosa dan mendapatkan surga-Nya. Bulan suci Ramadan diyakini merupakan bulan pengampunan segala dosa.

Nilai utama yang bisa saya petik dari tradisi nyekar itu adalah bahwa pada saat kita melakukan ziarah kubur sejatinya hendaknya selalu mengingat kematian yang pasti akan datang, memperbanyak amal kebaikan untuk suatu saat yang akan dibawa pulang kea lam keabadian. Menghadapi bulan suci Ramadan saatnya memperbanyak amalan kebaikan yang pahalanya akan dilipatgandakan. Selama masih diberikan nafas di bulan suci Ramadan hendaklah kesempatan ini jangan dilewatkan.

Kedua, mengirim masakan ataupun hantaran kepada saudara yang lebih tua. Menjadi saudara tertua dalam keluarga adalah anugerah, tentunya saat jelang Ramadan tiba, akan banyak hantaran yang datang ke rumah hehe..  Begitulah yang saya rasakan, memiliki ayah yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara ternyata menyenangkan, pada saat menjelang bulan puasa tiba banyak hantaran penganan beraneka rupa. Baik masakan khas daerah, penganan tradisional dan sebagainya. Inilah saat yang saya rindukan. Membuka-buka kiriman hantaran masakan dari adik-adik ayah ataupun paman dan bibi. Tradisi ini sampai sekarang masih berlanjut meski sudah mulai berkurang.

Namun sebaliknya dengan ibu saya. Beliau adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Saatnya membagikan hantaran ke kakak-kakaknya yang kebetulan tinggal berdekatan, paling jauh hanyalah berbeda desa saja. Dengan demikian terasa komplit merasakan menerima hantaran makanan dan memberikan hantaran makanan. So, ada nilai kebaikan yang dipetik dari tradisi ini bahwa sesama saudara haruslah rukun, selalu saling mengasihi dan menyayangi. Saudara yang lebih tua menyayangi saudara yang lebih muda. Saudara yang lebih muda menghormati saudaranya yang lebih tua. Begitu indahnya bukan? Kasih sayang diantara saudara lebih dieratkan lagi menjelang bulan Ramadan tiba.

Ketiga, kerjabakti di mushola-mushola kampung. Inilah tradisi yang sangat saya suka dari daerah saya. Penduduk yang masih guyub, gotong royong masih membudaya tanpa pamrih apapun. Warga tua muda bekerja bahu membahu membersihkan mushola. Baik dari sisi prasarana mushola dengan cara mengadakan pengecatan. Sumber dana diperoleh dari masyarakat kampung sekitar. Begitupun dari sarananya. Seperti kerja bakti membersihkan tempat ibadah, menyapu, mengepel, dan mencuci mukena, sajadah serta karpet-karpet ataupun tikar yang biasa digunakan untuk sholat berjamaah.

Para pemuda pemudi sambil bersenda gurau membersihkannya tanpa diminta. Mereka dengan ringan tangan membantu apa yang bisa dilakukan. Mereka warga kampung punya satu visi dan misi yang sama bahwa ketika bulan suci Ramadan tiba, segala sesuatu untuk fasilitas ibadah harus bersih dan suci dari segala najis yang ada. Mereka paham betul apa itu makna dari “Kebersihan sebagian daripada iman”..

Hemmm…hal itu yang jarang saya temukan di daerah perkotaan kini. Kehidupan perkotaan sudah mengikis tradisi-tradisi yang sarat nilai kebaikan. Kehidupan individualistislah yang lebih menonjol. Menjelang Ramadan di daerah perkotaan tidaklah seheboh di pedesaan, di perkotaan cenderung biasa-biasa saja. Suasana pedesaan menjelang Ramadan tiba yang selalu saya rindukan.

Salam Ramadan… .

Cirebon, 18052020

Novi Nurul Khotimah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun