Mohon tunggu...
Novi Kurnia
Novi Kurnia Mohon Tunggu... Wiraswasta - a random writer

I am a random person. Also, I am a random writer. By writing, it help me a lot to re arrange my mind, to re-structurize my mind. Having interest in writing about social topics, psychology (mostly MBTI), sometimes make up. This blog is owned by me: heyitsnovi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menjadi Sukses dalam Karier Tanpa Bakat dan Minat, Mungkinkah?

3 September 2020   18:05 Diperbarui: 13 September 2020   19:27 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com/diana.grytsku

Jika kita ingin menjadi orang yang bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang yang kita minati, otomatis kita harus menjadi ahli dalam bidang tersebut. Serta kita harus bisa melihat, berapa besar peluang kita untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.

Kasus terburuk dari craftman mindset, kita mudah mencari pekerjaan tetapi kita tidak merasa cocok dengan bidang yang kita tekuni. Sedangkan kasus terburuk dari passion mindset adalah, akan sulit mencari pekerjaan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan, dan kemungkinan susah mendapatkan pekerjaan.  

Maka, apakah ada jalan tengah? Sebenarnya, tidak bisa dibilang jalan tengah juga. Tetapi, bagaimana caranya kita menciptakan "career capital". Menurut Cal, "Hal yang membuat kamu memiliki pekerjaan yang hebat adalah kamu memiliki hal yang unik dan berharga". 

Misalnya, kamu orang yang suka IT tapi terpaksa masuk ke jurusan manajemen. Kamu bisa tetap mempelajari IT secara otodidak, dan mempelajari manajemen di perkuliahan. Yang akhirnya, ketika kamu lulus nanti kamu memiliki skill dalam IT dan manajemen.

Kamu bisa mengombinasikan kemampuan kamu dalam bidang pekerjaan, sebagai pengusaha di bidang IT.

Aku suka melihat contoh Bu Risma sebagai model orang yang memiliki career capital yang tepat. Siapa sih yang gak kenal Bu Risma? Walikota dengan segudang prestasi, hingga sampai tingkat dunia. 

Namun, siapa yang menyangka kalau Bu Risma dulu memiliki cita-cita menjadi seorang dokter? Namun, orangtua Bu Risma tidak mengizinkan beliau menjadi seorang dokter karena ingin melihat anaknya menjadi seorang insinyur. Karena itulah, Bu Risma mengambil jurusan Arsitektur di ITS.

Tetapi, siapa sangka bahwa kemampuan Bu Risma menjadi seorang arsitek ke depannya sangat bermanfaat dalam menunjang karier beliau di masa depan? Surabaya memiliki tata kota yang apik dan indah. 

Saya belajar dari Bu Risma bagaimana kita bisa sebenarnya, menciptakan career capital untuk menunjang pekerjaan kita. Kalau menuruti minat dan bakat, Bu Risma pasti sudah memilih jurusan kedokteran.

Tetapi sekali lagi, beliau berkompromi dengan pilihan orangtua yang akhirnya harus merelakan impian dan cita-cita Bu Risma untuk menjadi seorang dokter.

Apakah dengan berkompromi dengan kehidupan, lantas membuat Bu Risma menjadi orang yang tidak sukses? Tidak, beliau orang yang sangat sukses menjadi pemimpin Surabaya. Apakah dengan Bu Risma tidak memilih untuk mengikuti impian beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun