"Tiga kali puasa dan tiga kali lebaran di negeri empat musim. Tapi saya bukan Bang Thoyyib".Â
Akhirnya, pemerintah sudah resmi menetapkan 13 April sebagai tanggal 1 Ramadhan. Itu artinya, umat muslim di Indonesia akan mulai serentak menjalankan ibadah puasa di waktu yang bersamaan.
Sempat mengalami puasa Ramadhan di negeri empat musim membuat saya kali ini bersyukur karena bisa berpuasa di Indonesia dengan waktu puasa yang relatif singkat dan kemudahan-kemudahan lainnya.
Nah, apa saja sih tantangan berpuasa di negeri empat musim?
1. Waktu berpuasa yang berbeda dengan di Indonesia
Terlahir dan besar di Indonesia, sudah pasti terbiasa dengan puasa Ramadhan yang lamanya sekitar 13-14 jam saja. Apakah waktu tersebut lama? Tentu saja lumayan lama ya, sedikit lebih dari setengah hari.
Namun, bagaimana dengan berpuasa di negeri empat musim, yang konon katanya musim panasnya memberi cerah lebih lama serta musim dinginnya memberi gelap lebih lama?
Pertanyaan kapan waktu Subuh dan kapan Maghrib datang pasti membuat penasaran. Pasalnya, waktu shalat ini adalah penentu waktu sahur dan juga waktu berbuka puasa, ya kan?
Pada tahun 2018 dan 2019, bulan Ramadhan jatuh pada bulan Mei - Juni, dan juga bertepatan dengan cuaca musim semi dan musim panas di Eropa. Karena cuaca sudah mulai cerah dan juga hangat setiap harinya, waktu Subuh dan Maghrib pun berjarak cukup lama.
Tak ayal, saat itu saya sempat menjalani puasa Ramadhan selama kurang lebih 18 jam. Peralihan musim semi ke musim panas membuat waktu Subuh datang sangat awal, yakni sekitar pukul 02.00 pagi dan waktu Maghrib datang sangat terlambat, yakni sekitar pukul 22.00 malam.Â