BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kompetisi global menuntut pengelola organisasi pendidikan cermat menyesuaikan situasi dan kondisi yang cenderung fluktuatif. Keadaan fluktuatif yang dimaksud bisa bermacam-macam, mulai naik turunnya lulusan sekolah yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri (Dudi), regulasi dari pemerintah, biaya operasional dan administrasi organisasi pendidikan, kemajuan teknologi dan sebagainya. Hal ini memaksa setiap pengelola organisasi pendidikan berfikir akomodatif dan preventif. Adaptif berarti pengelola organisasi pendidikan siap sedia atas segala hal atau kejadian yang akan berdampak langsung maupun tak langsung atas perkembangan organisasi pendidikan, sedangkan yang dimaksud dengan preventif adalah pengelola organisasi pendidikan sudah mempunyai formulasi, resep, ataupun kiat dalam menghadapi berbagai persoalan yang mengintari organisasi pendidikan.
Sekolah dan kampus merupakan sub sistem pelayanan pendidikan yang pada dasarnya melaksanakan dua jenis pelayanan ; (1) pelayanan pendidikan dan (2) pelayanan administrasi. Pelayanan pendidikan yang diberikan adalah pelayanan pemberian pengajaran dan pembelajaran, pelayanan penunjang pengajaran dan pembelajaran, dan pelayanan administrasi kependidikan. Pelayanan itu bisa mewujud dalam hal Kegitan belajar mengajar (KBM), pemberian ekstra kulikuler, informasi studi dan sebagainya. Akhirnya pelayanan pendidikan yang diselenggarakan lebih difokuskan pada upaya mendidik (edukasi) dan administrasi (profesional) sehingga inilah sesungguhnya bibit dari pelayanan kependidikan yang berdimensi komprehensif dan holistik.
Maka fokus utama dalam pengembangan institusi pendidikan ke depan adalah adalah bagaimana para stakeholders memberikan kontribusi signifikan terhadap ketercapaian tujuan pendidikan. Langkah pertama yang harus diperbuat adalah membuat sistem manajemen pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama baik Islam, Kristen, Hindu Kong Hu Chu dan Budha yang paling fundamental sebagai landasan etisnya. Keberadaan berbagai sumber ajaran itu mutlak adanya dalam menggerakkan segenap aktivitas manajemen pendidikan. Dengan mendasarkan segala aktifitas manajemen pendidikan yang bisa berupa pelaksanakan perencanaan (planning), pengorganisasiaan (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan hingga pengawasan (controlling), maka output yang dihasilkan akan baik. Dalam tataran fungsional, landasan ini menyiratkan adanya karakter (character) dan capability (kemampuan dan komitmen yang kuat) dalam mengupayakan segala aktifitas manajemen pendidikan menuju target yang hendak dituju.
Langkah selanjutnya adalah bagaimana memaksimalkan penggunaan logika, moralitas, dan segenap kemampuan lain yang dimiliki manusia dalam melaksanakan aktifitas manajemen pendidikan yang berkesesuian dengan kitab suci agama masing-masing. Hal itu bahkan bisa menjadi sebuah keharusan jika manusia yang bersangkutan merasa belum puas dengan hasil yang dicapai. Demikian pula sebaliknya, jika penggunaan segenap potensi yang dianugerahkan Tuhan itu disalah gunakan dalam melaksanakan aktifitas manajemen pendidikan maka hal tersebut menjadi terlarang dan bahkan harus dijauhi oleh seluruh umat beragama. Ini sebagai bagian dari kontrol diri manusia.
Dalam tataran paling akhir, hendaknya penerapan manajemen pendidikan mampu menggugah bahkan mengantarkan umat manusia menjadi aktor yang mampu mengelola segala sektor kehidupan wa bil khusus pendidikan. Maksud dari itu adalah diharapkan umat manusia setelah melaksanakan fase ontologi dan epistemologi, dapat memanen hasil yang diperoleh melalui serangkaian kegiatan aksiologi. Namun yang masih harus dicatat, kebermanfaatan manajemen pendidikan harus segaris dengan visi dan misi agama masing-masing umat beragama. Jangan sampai apa yang dihasilkan manajemen pendidikan menjadi duri dalam daging agama umat beragama. Untuk itu kesemua fase harus dilalui dengan baik serta bersendi pada tataran norma dan nilai yang berlaku di agama masing-masing.
Berlandaskan hal itu, kepemimpinan pendidikan yang menjadi dasar pijakan dari manajemen pendidikan setidaknya harus memiliki karakter pemikiran (mode of thought) dan tradisi hidup (living tradition) yang mampu menselaraskan kebutuhan zaman dengan nilai-nilai khazanah keagamaan. Kepemimpinan pendidikan yang mampu membawa perubahan dalam dunia pendidikan secara luas inilah, yang nantinya akan mampu melahirkan peradaban babak baru.
Oleh karena itu, manajemen dan kerja merupakan titik equlibrium yang terputus jika tidak melibatkan ruang agama di dalamnya. Kolaborasi ketiganya akan membuat manusia bisa menjadi manusia yang sesungguhnya.
B. Rumusan masalah