Mohon tunggu...
Novianty Elizabeth
Novianty Elizabeth Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Pendidikan

Perempuan yang selalu bermimpi dan terus bermimpi untuk mewujudkan impiannya. Mimpi bukan kita temui dalam tidur, karena Mimpi tidak akan pernah membiarkan kita tidur, hidup adalah mimpi keterjagaan adalah batas dari mimpi,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini dan Sejarah Feminisme

21 April 2016   07:13 Diperbarui: 21 April 2016   07:45 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Feminisme merupakan gerakan menuntut adanya emansipasi atau kesamaan hak dan keadilan dengan pria. Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Banyak sekali hal-hal yang diperjuangkan gerakan ini, mulai dari tuntutan hak atas perlindungan perempuan dari kekerasan rumah-tangga, pelecehan seksual dan perkosaan, persamaan hak perempuan dalam bidang pekerjaan, dan lain-lain. Pencetus ide dan pemikiran-pemikiran diatas sebagian besar adalah perempuan-perempuan kelas menengah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.

Sojouner Truth, seorang bekas budak kulit hitam berkewarganegaraan Amerika yang pertama kali membeberkan masalah perbudakan di negaranya. Pada tahun 1851, Truth berpidato didepan khalayak ramai di Akron, Ohio dan pidatonya ini terkenal dengan sebutan ” Ain’t I a Woman?”.  Kemudian munculah gelombang pertama feminisme. 

Pada gelombang pertama dikenal Dominance and Deficit Communication Scholarship artinya model satu budaya dimana perempuan didominasi laki-laki sebagai kelompok, suara perempuan dibungkam dalam masyarakat yang heteropatriarki, bahasa bersifat seksis dan memperlakukan perempuan berbeda dengan laki-laki. Feminisme di Indonesia berawal dari R.A Kartini yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Terutama hak-hak kaum perempuan untuk mengenyam pendidikan. Surat-surat yang dituliskan ke teman penanya perempuan Belanda antara tahun 1899 dan 1904 yang dipublikasi setelah ia meninggal menimbulkan simpati dan memacu timbulnya gerakan feminis di Indonesia.  Semua isi suratnya menceritakan ketidak berdayaan perempuan diantaranya :

 “… ketika aku berumur 12 tahun aku harus tinggal di rumah dan masuk dalam “sangkar”  aku dikurung dan tidak boleh kembali ke dunia itu selama belum berada di sisi suami,  seorang laki-laki asing yang dipilih oleh orang tua bagi kami….”  Kritik pedas dan kencaman kartini tentang kawin paksa bahkan poligami  “…jalan hidup perempuan Jawa telah dibatasi dan dibentuk menurut satu pola yang sama, kami tak boleh bercita-cita, satu-satunya yang boleh kami impikan adalah hari ini atau besok menjadi istri kesekian bagi salah seorang lelaki…. kaum perempuan disini tidak boleh menyatakan keinginan. Mereka begitu saja dikawinkan… “  Suratnya tentang perhatiannya tentang pendidikan untuk kaum perempuan “… jika kami menginginkan pendidikan dan pengajaran … itu bukan berarti kami ingin menjadikan perempuan sebagai saingan dari lelaki.. tetapi kami menginginkan perempuan lebih cakap melakukan tugas besar yang diberikan ibu alam ke tangannya…”

 Sedangkan gelombang ke dua terjadi antara tahun 1960an hingga tahun 1980an. Gelombang ini di Amerika Serikat semakin keras bergaung dengan diterbitkannya buku “The Feminine Mystique” yang ditulis pada tahun 1963 oleh Betty Friedan, seorang tokoh Feminis, penulis berkebangsaan Amerika. Ia protes bahwa wanita hanya diperbolehkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

 Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.

Memasuki era 1990 an,  kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. 

Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif. 

Aliran feminisme yang paling dikenal adalah feminis liberal, radikal dan sosialis. Feminis liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak – hak sipil dan gerakan – gerakan perubahan sosial pada tahun 1950 –1960 an dan gerakan–gerakan wanita yang semarak pada tahun 1960 – 1970 an.

 Feminis radikal menyatakan bahwa perasaan–perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi–aksi radikal merupakan cara dan tujuan paling baik. Dengan kata lain ada perbedaan antara feminis liberal dan radikal, yaitu feminis liberal menekankan kesamaan antara laki–laki dan perempuan sedangkan feminis radikal menekankan pada perbedaan antara laki–laki dan perempuan. 

Feminisme sosialis lahir pada tahun 1970 an, menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Kaum feminis sosialis sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun