Mohon tunggu...
Novel Abdul Gofur
Novel Abdul Gofur Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan di Bidang Kepemerintahan yang sudah pengalaman di sektor / isu pembangunan berkelanjutan selama 20 tahun

Lahir di Jakarta 28 Maret 1975 dan menempuh pendidikan S1 di UI Jurusan Adm Negara (FISIP) 2000, dan S2 di Makati, Phillipine, Asian Institute of Management (AIM), jurusan Development Management, 2005. Bekerja di sektor kepemerintahan untuk pembangunan berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BUMDes Persampahan, Contoh Ekonomi Sirkular di Desa

12 Februari 2020   23:08 Diperbarui: 13 Februari 2020   13:05 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengelolaan Sampah di Desa dapat dilaksanakan melalui Unit Usaha BUMDes. Potensi dari bisnis ini sangat besar dan prinsip menjalankan pengelolaan sampah melalui Ekonomi Sirkular, yaitu dengan melihat sampah memiliki daya guna dan bernilai. Apabila ini massif dilaksanakan di desa-desa, bukan tidak mungkin ini dapat membantu Kabupaten dalam upaya pengurangan kemiskinan. Teknologi, pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan sampah dapat disediakan oleh Organisasi Masyarakat Sipil dan Swasta. Butuh payung hukum, baik dari kabupaten maupun pusat, untuk menata lebih teknis, insentif, serta akses permodalan. Bisnis sampah selain menghasilkan pendapatan untuk kebutuhan hidup warga, ini juga untuk menjaga lingkungan bersih dan nyaman. 

Eksodus 

Di Pulau Jawa, umumnya pemuda-pemudi desa banyak merantau ke kota-kota. Meninggalkan desanya untuk mengadu nasib di perkotaan. Menukar jasanya untuk sebuah harapan, mendapatkan upah / uang. Harapan perubahan desa untuk menjadi lebih baik sirna. Harapan ini digantungkan kepada pemuda-pemudi. Desa kekurangan pekerja, akhirnya desa-desa tidak berkembang.

Banyak sebab mereka minggat dan mencari nasib peruntungan di kota-kota. Seperti kecilnya lahan pengelolaan pertanian - lahan padi (dan juga dalam arti luas seperti perkebunan, peternakan dan perikanan). Dalam bahasa ilmiahnya economic of scale, hasil dari usaha agriculture itu tidak mampu membiayai makan keluarga, apalagi hidup (sandang, pangan dan papan ditambah asuransi, hiburan, dllnya). Alasan eksodus lainnya seperti akses untuk pendidikan dan kesehatan yang belum memadai, tidak adanya program-program desa untuk kesejahteraan - kalaupun ada presentasenya kecil dan kerap salah sasaran. Faktor pendorong lainnya adalah ingin terlepas dari belenggu ketidakpunyaan … kemiskinan.

 

Paket “Penebus Dosa” 

Untuk menahan laju urbanisasi yang tidak terkontrol itu, sementara di satu sisi, infrastruktur kota-kota di Indonesia belum sepenuhnya siap untuk menerima kaum pencari nafkah tersebut, akhirnya pelaksana mandat negara ini sadar untuk memulai pembangunan harus dari desa. Membangun negara dari pinggiran. Setidak-tidaknya di Indonesia, sangat tidak mungkin menguatnya perkotaan tanpa didukung modal yang kuat dari desa, seperti penyediaan sumber tenaga yang professional, sumber pangan yang berkelanjutan, keseimbangan alam yang terjaga oleh desa, rendahnya konflik sosial di desa, dllnya yang berhubungan dengan subsistem perkotaan. Akhirnya, desa membangun!

Melalui “penebus dosa” oleh pemerintah pusat dengan diterapkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, banyak pelaku-pelaku pemberdayaan desa, baik pemerintah maupun agen-agen non pemerintah seperti masyarakat sipil, swasta dan lembaga pendidikan, merangsek memberikan bantuan pendanaan dan kegiatan di desa. Menjadi terang-benderang bahwa banyak kegiatan ekonomi yang dapat diterapkan di desa oleh berbagai entitas lembaga ekonomi desa. Semisal, dari yang paling sederhana yaitu usaha sebagai broker / penampung buah kelapa dari petani, simpan pinjam, penyediaan kursi dan tenda hajatan/pelaminan, hingga sampai yang begitu hype-trendy, yaitu common working place yang neat, gaul dan penuh dengan panganan ber-ala western choices, atau rumah sakit modern di kecamatan yang dimiliki oleh beberapa BUMDes (lembaga ekonomi desa), dan dibentuk/tunjuk perusahaan terbatas, PT untuk mengelolanya.  

Berbagai usaha itu dapat dilakukan, salah duanya oleh BUMDes, Badan Usaha Milik Desa.  Unit usaha sah yang ada di desa, dan dapat bertransaksi dengan pihak kedua guna mendapatkan keuntungan untuk Lembaga (BUMDes). Yang menjadi benefit factor dari pendirian BUMDes ini adalah: 1) disetujui oleh semua masyarakat melalui MUSRENBANGDES/Musyawarah Rencana dan Pembangunan Desa, 2) Penyertaan Modal (bisa tiap tahun) dari dana APBDes yang lagi-lagi disetujui melalui MUSRENBANGDES.

 

Di Desa Juga Ada Sampah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun