Mohon tunggu...
Politik

Terancam Gagal Jadi Cawapres Jokowi, Cak Imin Ingin Membuat Poros Baru, Ada Cermin?

7 Maret 2018   05:06 Diperbarui: 7 Maret 2018   05:10 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot berita dari www.cnnindonesia.com

Di balik riuh gemuruhnya berita soal pencarian pendamping Jokowi untuk Pilpres 2019, ada saja berita lucu dan menggelikan.

Di antara nama-nama yang muncul dan digadang-dagang akan menjadi Cawapres Jokowi, tak bisa dipungkiri bahwa yang paling agresif ingin menjadi Pendamping Jokowi adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar.

Ya, dalam beberapa bulan terakhir ini, pria yang akrab disapa Cak Imin itu memang  terlihat seringkali Cari Perhatian (Caper) ke Presiden Jokowi. Ia begitu PeDe blusukan ke berbagai daerah, sebar poster, pasang reklame dan bahkan berbicara di depan media dengan PeDenya mengatakan sangat tertarik ingin menjadi Cawapres Jokowi.

Namun sayang, sampai detik ini usahanya belum juga membuahkan hasil. Karena (mungkin) tak kunjung membuahkan hasil, baru-baru ini media dihebohkan dengan pernyatannya. Sebuah berita yang begitu menggelikan sebagaimana yang saya sebut di atas.

Pria yang pernah mengkhianati Mahfudz MD dan Rhoma Irama itu dikabarkan mendapat tawaran akan membuat poros baru jika dirinya tidak terpilih menjadi Cawapres Jokowi di Pilpres 2019 mendatang. Entah dari mana tawaran tersebut berasal dan dari partai apa, namun yang jelas, ini bisa dibilang merupakan kode dan ancaman secara halus kepada Presiden Jokowi maupun partai koalisi.

Bukan ancaman dan kabar poros barunya yang membuat saya geli, namun sosok Cak Imin dan PKBnya itu sendiri. Sebesar apa, sih kekuatan Cak Imin dan PKB, sehingga menggulirkan isu ingin membuat poros baru?

Bukan maksud ingin merendahkan Cak Imin dan PKB. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa partai yang didirikan Almarhum Gus Dur ini, menjadi partai 5 besar saat Pemilu 2014 lalu, karena faktor pengaruh si Raja Dangdut Rhoma Irama dan Mahfudz MD yang kala itu dijanjikan akan dijadikan Capres namun berakhir dikhianati. Percaya atau tidak, suka atau tidak suka, Mahfudz MD dan Rhoma Irama memiliki banyak pendukung, juga elektabilitas serta popularitas yang cukup tinggi.

Kompas.com
Kompas.com
Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil raihan suara pada Pemilu 2009. Kala itu, suara PKB kalah jauh jika dibandingkan dengan PPP yang notabene suaranya sama-sama berasal dari kalangan Nahdliyyin. PPP mendapatkan suara 5,32 %, sementara PKB hanya 4,94 %.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa, andaikan pada Pemilu 2014 lalu tidak ada Mahfudz MD dan Rhoma Irama, jangankan menjadi partai 5 besar, mengalahkan suara PPP pun sepertinya tidak akan mampu.

Kesimpulan lainnya. Saat Pilpres 2014 lalu, meskipun PKB tidak merapat ke barisan Koalisi Indonesia Pintar (KIP), meski suara PKB tidak memilih Jokowi, kemungkinan besar pasangan Jokowi-JK akan tetap menang. Jokowi akan tetap menjadi presiden hingga saat ini. Mengapa? Karena selisih suara antara Jokowi dan Probowo sangatlah jauh. Pasangan Jokowi-JK mendapatkan suara 53,15 %, sementara pasangan Prabowo-Hatta hanya meraih suara 46,85 %.

Jadi, mohon dengan sangat agar sadar diri dan berkaca diri dahulu sebelum menggulirkan isu ingin membuat poros baru.

Sekian__

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun