Mohon tunggu...
Sosbud

Merawat Keberagaman dalam Balutan Politik Indonesia

25 Agustus 2018   10:29 Diperbarui: 25 Agustus 2018   11:10 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keberagaman ras, etnis serta agama telah menjadi perbincangan menarik yang terjadi di Indonesia. Bagaimana tidak? jika dilihat dari sudut pandang budaya, Indonesia secara umum telah menghasilkan berbagai akulturasi unik khas nusantara. Bahkan tak jarang keberagaman ini termanifestasi ke dalam bentuk tradisi yang akhirnya menjadi kebiasaan secara turun-temurun.

Namun sayangnya, keberagaman tersebut tidak selamanya bisa dicerna dengan mudah oleh paham  masyarakat Indonesia. Dalam konteks politik misalnya, problematika yang terjadi dewasa ini (isu Suku, Agama, Ras dan antar golongan (SARA) telah menjadi perdebatan panjang yang melibatkan sejumlah golongan elit politik, ahli agama, hukum, bahasa, budaya, dan berbagai unsur lainnya. Kontroversi dan perdebatan panjang seputar isu SARA kini seolah tak ada matinya.

Hal inilah yang kemudian dapat dikaitkan dengan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang saat ini masih panas untuk diperbincangkan sebagai tolok ukur politik di skala nasional. Sangat banyak tentunya yang telah terjadi selama proses kampanye hingga pemilihan. Seperti halnya upaya masing-masing para pendukung yang kerap menggunakan isu SARA sebagai ajang pemenangan bagi jagoannya. Dan tentu saja akan ada pihak yang kemudian harus mundur akibat persaingan politik.

Hal itu kemudian menjadi paradoks, mengingat seharusnya daerah Ibu Kota Jakarta dengan tingkat pendidikan yang cukup baik dibandingkan daerah lainnya, semestinya bisa terbebas dari isu SARA. Akan tetapi, isu SARA sepertinya tak dapat dipisahkan dalam dunia politik. Dalam komunikasi politik kerap kali isu SARA kemudian diselipkan sebagai ajang pendekatan maupun penyerangan.

Ahok! Yang merupakan keturunan tionghoa kini harus menjadi bagian dari korban politik. Bagaimana tidak? Perbedaan agama, ras dan etnislah yang kemudian membuat kaum mayoritas masih sulit menerima pemimpin yang bukan berasal dari agama nenek moyang mereka. Ditambah kasus penistaan agama yang menerpah keturunan tionghoa ini menjadikan dirinya harus menghadapi berbagai cercaan hingga tuntutan dari para ormas-ormas yang kontra terhadap dirinya.

Tidak berhenti sampai di situ, mengulas kembali pada pemilu DKI Jakarta 2012 lalu. Masyarakat Indonesia pertama kali digemparkan oleh pemberitaan media pers terkait Sikap toleran yang diambil oleh Jokowi membuatnya tak sungkan untuk maju bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Pilgub 2012 lalu. 

Hal ini tentunya mengundang banyak perhatian khalayak lantaran latar belakang Ahok yang merupakan keturunan Tionghoa (masyarakat menyebutnya cinese) sekaligus pemeluk agama kristen membuatnya harus menghadapi masyarakat yang kontra terhadap dirinya akibat perbedaan suku dan agama.

Tak kalah menariknya adalah selama ini jarang ditemui orang-orang Cina yang punya cukup nyali untuk menjajal dunia institusi terlebih politik di Indonesia. Buktinya saja saat ini berapa banyak masyarakat berkebangsaan cina yang mengabdikan diri sebagai pegawai negeri, tentara, tenaga pengajar di PTN dan seluruh profesi yang setara? Sangat sedikit bukan? Inilah kemudian langkah yang diambil Jokowi untuk berpasangan dengan Ahok untuk terlibat di dunia politik sehingga menjadikannya menarik untuk diulas lebih jauh lagi.

Dalam dunia politik, profil seseorang akan sangat memengaruhi pilihan seseorang pada hari pemilihan.  Akan tetapi, di sisi lain isu SARA ini kemudian diibaratkan pedang yang bermata dua, isu etnisitas kerap kali menghasilkan perpecahan yang akhirnya harus mengarah pada sikap kekanak-kanakan, ujungnya akan berakhir pada tindak kekerasan.

Pada akhirnya menurut saya, isu SARA ini bukanlah masalah serius yang harus mangakibatkan perpecahan, melainkan sebisa mungkin menjadi motivasi untuk menimbulkan sikap salin toleran antar suku, agama, ras dan antar golongan. Selain itu, isu SARA juga hendaknya tidak dilengkapi dengan bumbu-bumbu kebohongan.

Isu SARA juga semestinya menjadi pembelajaran bagi calon pemimpin utamanya agar lebih mengambil sikap toleran dan sadar akan kehadirannya untuk memberikan pelayanan sepenuh hati layaknya pemimpin sejati serta menjadi pemersatu bangsa utamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun