Mohon tunggu...
Nazzala Ramadhani S
Nazzala Ramadhani S Mohon Tunggu... Mahasiswa

Kepribadian Introvert tetapi enthusiast dengan public speaking, hobi saya memasak, mendengarkan lagu, dan menyukai girly things.

Selanjutnya

Tutup

Atletik

Maraknya Lapangan Padel di Tengah Krisisnya Lapangan Pekerjaan : Ketimpangan Kelas di Indonesia

17 September 2025   16:15 Diperbarui: 17 September 2025   16:15 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Booking Lapangan Homeground Padel Sentul - Ayo Indonesia

Dalam beberapa bulan terakhir, jagat media sosial di Indonesia diramaikan dengan fenomena padel, olahraga mirip tenis yang dimainkan di lapangan lebih kecil dengan dinding kaca. Lapangan padel bermunculan cepat di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. TikTok, Instagram, hingga X (Twitter) dipenuhi video influencer dan artis yang memamerkan aktivitas mereka bermain padel.

Padel bukan olahraga baru di dunia. Ia lahir di Meksiko pada 1969, lalu berkembang pesat di Spanyol hingga menjadi olahraga kedua terpopuler setelah sepak bola. Indonesia baru mengenal padel sekitar 2022, tetapi dalam dua tahun, lapangan padel menjamur di pusat kebugaran premium dan kawasan elit.

Sosiolog Thorstein Veblen menyebut fenomena ini sebagai conspicuous consumption---konsumsi pamer. Bermain padel bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga identitas. Video "main padel sore di SCBD" bukan sekadar dokumentasi, melainkan pernyataan: saya bagian dari kelas urban global

Sementara padel tumbuh, lapangan kerja semakin krisis. Data BPS (2024):

Pengangguran muda (15--24 tahun) mencapai 16,2% (BPS, Februari 2024).

Lebih dari 60% pekerja masih berada di sektor informal (BPS, Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia 2023).

Bank Dunia (2023) mencatat sekitar 40% lulusan universitas bekerja tidak sesuai jurusan.

Setiap tahun ada 2,5 juta angkatan kerja baru, tapi pertumbuhan lapangan kerja formal tidak sebanding. Akibatnya, lulusan baru terpaksa masuk ke sektor pekerjaan informal atau menerima upah rendah.

Dalam perspektif Marx, kondisi ini menciptakan alienasi: pekerja terjebak dalam pekerjaan rendah nilai, sementara kelas menengah-atas menikmati surplus gaya hidup.

Demam padel di Indonesia bukan sekadar tren olahraga. Ia adalah cermin paradoks sosial-ekonomi: hiburan elit tumbuh, sementara lapangan pekerjaan stagnan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun