Mohon tunggu...
Norpikriadi
Norpikriadi Mohon Tunggu... Penulis lepas

Hanya seorang yang terus mencari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanggapan Artikel Kepahlawanan Tak Boleh Mati

10 November 2022   15:57 Diperbarui: 9 November 2024   19:22 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Nabila Assyifa (Siswi Kelas X IPS 1 MAN 1 Hulu Sungai Utara)
Juara 1 Lomba Karya Tulis Bertema Kepahlawanan Tingkat Internal Madrasah

Melalui karya tulis ini saya akan menyampaikan beberapa pemahaman yang saya dapatkan untuk kemudian menjadi tanggapan terhadap artikel “Kepahlawanan Tak Boleh Mati” karya bapak Norpikriadi (selanjutnya disebut Pa’ Pikri).

Artikel yang sebetulnya diniatkan penulisnya sebagai cerpen dengan judul “Makam Pahlawan Tak Bertaman” itu hemat saya perlu diapresiasi. Sebab, sangat terasa sebuah dedikasi saat meniti kata demi yang mengantarkan kita pada gagasannya tentang hakikat kepahlawanan dalam konteks kekinian.

Pahlawan? Ada banyak pengertian kata itu, namun secara sederhana pahlawan bisa kita artikan sebagai orang-orang yang berjasa pada negeri ini. Sebagai bagian dari keberadaban, semestinyalah ingatan kolektif pada jasa mereka tidak hanya terfokus pada momen tertentu, seperti pada Hari Pahlawan saja. Kesadaran akan hal ini penting, karena kita dapat menjalani hidup sebagai bangsa merdeka, tentu tak lepas dari jasa mereka tersebut.

Untuk menanggapi artikel terkait, saya secara komparatif dalam hal ini juga menggunakan bahan bacaan lain sebagai referensi, yaitu “Pahlawan-Pahlawan Yang Enggan Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan” karya Joko Siswono, di mana baik judul maupun substansi kedua tulisan tak jauh beda.

Keberadaan Taman Makam Pahlawan tempat para pahlawan diistirahatkan, tulis Siswono, membuktikan bangsa Indonesia menghargai dan tidak melupakan jasa para pahlawannya. Namun dalam kenyataannya, mengapa beberapa pahlawan memilih berkubur di tanah biasa? Pertanyaan itu seolah terjawab dalam tulisan Pa’ Pikri, di mana terdapat narasi: bahwa di semua jengkal tanah merdeka itulah taman makam para pahlawan yang sesungguhnya.

Selanjutnya diceritakan Joko Siswono, ada contoh tentang keengganan seorang pahlawan (seorang Veteran Pejuang ’45) untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan jika ia meninggal, karena ia tak sudi berkubur di tempat yang sama dengan salah seorang koruptor yang kebetulan juga dimakamkan di sana.

Saya ingat kalimat yang pernah diucapkan Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena akan melawan bangsa sendiri.” Sesudah membaca bagian akhir karya Pa’ Pikri baru saya paham maksud kalimat: “melawan bangsa sendiri” itu.

Perilaku korup penguasa sejatinya merupakan cerminan dari sifat serakah, mementingkan diri, keluarga, dan kelompok sendiri, sekalipun mungkin dalam pidato-pidato formalnya sukses mencitrakan diri sebagai sosok patriotik.

Di sisi lain, di era digital ini kita seakan dikepung serbuan informasi yang tak terkendali, di mana terdapat banyak informasi menyesatkan (hoaks), yang membuat rakyat kian rentan terpecah-belah.

Dalam situasi ini, memori kolektif tentang jasa-jasa pahlawan, juga tentang cita-cita luhur mereka dulu, hendaknya dapat menjadi Sembagi Arutala* untuk negeri. Dari sini kita semua mungkin dapat terinspirasi untuk kembali merekatkan persatuan di tengah perbedaan-perbedaan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun