Mohon tunggu...
Norman Meoko
Norman Meoko Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menulis Tiada Akhir...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kapan Ya Jakarta Bebas Macet?

21 Desember 2017   08:50 Diperbarui: 21 Desember 2017   09:09 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa pun gubernur di Jakarta agaknya sulit mengatasi kemacetan. Pelbagai kebijakan telah digulirkan namun kemacetan makin parah terutama saat waktu berangkat dan pulang kantor apalagi saat hujan tiba. Akhirnya, kemacetan menjadi momok yang menakutkan bagi pengendara saat menyeruak jalan-jalan di Ibu Kota Jakarta.  

Sempat mencuat rencana pengaturan pelat nomor genal-ganjil sebagai kebijakan transisi antara penghapusan 3 in 1 dan penerapan sistem jalan berbayar (ERP). Kebijakan itu disebut-sebut menjadi alternatif membatasi jumlah kendaraan pribadi dan mengurangi kepadatan di jalur utama Ibu Kota. Padahal, penerapan aturan genap ganjil tersebut pernah dilontarkan Mayjen (Pol) MH Ritonga ketika menjabat Kapolda Metro Jaya.

Seperti tagline sebuah iklan minyak gosok: "Buat anak, kok, coba-coba." Tagline itu pas menggambarkan bagaimana gamangnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencari jurus jitu mengatasi kemacetan. Ibarat dunia persilatan, semua jurus mematikan sudah dikeluarkan tetapi warga masih ngedumel dikunci kemacetan lalulintas setiap hari.

Kemacetan di Jakarta bukan barang baru. Majalah Time pada 2009 pernah secara khusus menurunkan laporan soal kemacetan di Jakarta. Majalah ini menobatkan wilayah yang layak dikunjungi pada 2009. Jakarta masuk daftar tempat terbaik yang layak dikunjungi di Asia. Namun, sayangnya sebagai tempat terbaik untuk melatih kesabaran.

Time menentukan 15 terbaik wilayah yang layak dikunjungi di Asia pada 2009 itu. Time membagi tempat terbaik di Asia paling layak dikunjungi menjadi tiga bagian. Kategori itu adalah tempat terbaik untuk pikiran (best for the mind), tempat terbaik untuk tubuh (best for the body), dan tempat terbaik untuk jiwa (best for the soul). Masing-masing kategori mempunyai lima wilayah. Nah, Jakarta masuk dalam kategori terakhir sebagai tempat melatih kesabaran terbaik di Asia.

Laporan Time itu dilengkapi dengan artikel tentang Jakarta yang ditulis koresponden Time di Indonesia, Jason Tedjasukmana. Dia menuliskan, satu waktu, Bangkok dan Jakarta sama-sama mempunyai lalu lintas terburuk di Asia. Tetapi dekade  belakangan, Bangkok memperbaiki hal itu melalui pembangunan transportasi sistem rel layang dan bawah tanah, meninggalkan Jakarta yang masih macet.

Dia pun menceritakan pengalaman buruknya pada suatu sore di Jakarta. Kemacetan membuatnya menempuh enam jam perjalanan untuk jarak yang tak lebih dari tiga kilometer. "Saat dalam perjalanan pulang, mobil saya overheat (terlalu panas) dan saya terpaksa buang air kecil dalam botol dua kali," Jason menuliskan pengalamannya itu.

Ketika itu, Jakarta sedang mengalami hujan deras. Jason menyebutkan hal ini adalah pengalaman yang agaknya sulit dilupakan begitu saja. Pengalaman buruk!

Penyebab Klasik

Pelbagai kalangan sepertinya sudah berbusa-busa membicarakan soal kemacetan di Jakarta. Penyebabnya berkisar pada tidak sebandingnya laju penambahan pembangunan sarana dan prasarana jalan dengan jumlah kendaraan bermotor (mobil) yang terus meningkat setiap tahun. Sebuah survei menyebutkan, jumlah kendaraan pribadi bertambah 14 persen per tahun. Itu tahun 1996, kini angkanya sudah melesat jauh.  Penambahan jalan hanya sekitar 4 persen.

Membludaknya kendaraan pribadi dituding sebagai biang kerok terjadinya kemacetan. Guna mengantisipasi kepemilikan kendaraan pribadi, Pemprov DKI Jakarta di masa Gubernur Surjadi Soedirdja memberlakukan pajak progresif kendaraan bermotor. Bagi pemilik kendaraan lebih dari satu akan dikenakan pajak tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun