Mohon tunggu...
Ara
Ara Mohon Tunggu... Buruh - Pengembara

Belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Agama dalam Kontestasi Politik

18 September 2018   22:41 Diperbarui: 18 September 2018   22:56 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia dengan beranekaragam suku, ras, etnis dan agama dapat bersatu padu atas dasar semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan itu akan terus ditanamkan pada jiwa bangsa Indonesia agar terwujudnya sikap toleransi antar sesama. 

Tak terkecuali pemimpin yang berjuang untuk memimpin dan bertanding dengan beranekaragam ras, etnis, suku dan agama. Jika sikap ini sudah mendarah daging, maka mereka tidak akan terintervensi dengan hal lain yang akan membuat perpecahan.

Semarak pemilihan umum setiap tahun sudah tidak lepas lagi dengan kontestasi politik. Kontestasi politik yang dilakukan oleh para politisi negara mendatangkan banyak perhatian khalayak ramai, khusunya di media massa. Teknologi canggih sekarang ini dijadikan sebagai alat untuk melancarkan aksi para politisi untuk memperoleh kemenangan. 

Dalam hal ini tak lepas dari sikap emosional dari masing-masing politisi dalam memainkan perannya sebagai aktor utama dalam kontestasi politik tersebut. Semakin pandai berperan maka kemenangan berada di dekatnya. Disini media massa juga bisa menjadi intrik oleh partai politik dalam mencapai kemenangan.

Langkah diatas merupakan cara untuk mempengaruhi masyarakat, khususnya masayarakat konservatif. Masyarakat yang seperti ini sangat rawan dikelabuhi karena apa yang dilihat dan dibacanya dianggap benar. 

Sehingga akan dipercaya tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Hal ini disebabkan kesalahan dalam pendidikan politik yang didapatnya. Seharusnya masyarakat yang konservatif harus diberi pemahaman terkait pendidikan politik yang baik agar mereka tidak mempunyai stereotip negatif terhadap politik yang sekarang ini lagi memanas.

Berbicara terkait kontestasi politik, berarti juga membicarakan partai politik. Partai politik sekarang ini dianggap sebagai wakil tuhan yang pandai berdiplomasi dengan dalil-dalil yang dapat memperkuat proses kontestasi politik calonnya. Begitupun tokoh agama yang baru mengekor dalam politik praktis. Mereka bersikap pragmatis segala permasalahan, akan tetapi yang terjadi adalah dalil-dalil al-quran dan dalil-dalil konstitusi mereka jadikan argumen-argumen dalam persaingan di dunia politik praktis.

Agama bukan lagi sebagai landasan hidup, namun juga berangsur-angsur menjadi sebagai komoditas politik dari memperoleh kedudukan tinggi. Seharusnya agama adalah sebagai pembimbing dalam tindak politik, namun sekarang agama sebagai alat dalam perpolitikan. 

Dalil-dalil agama juga digunakan partai politik dalam beragitasi. Ini merupakan penyimpangan yang dapat merusak sikap toleransi bangsa Indonesia yang sudah ditanamkan menjadi hilang. 

Partai politik yang awalnya universal, menjadi sektarian atau golongan. Dalam hal ini masyarakat harus memahami tentang pendidikan politik dengan baik, sehingga agama tidak lagi sebagai alat namun sebagai pondasi dalam memperbaiki perpolitikan yang tidak baik jalannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun