Mohon tunggu...
Harirotul Fikri
Harirotul Fikri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Psikologi UIN Malang '10| Pengagum sastra | Nyaman berada di kereta, senja dan padang ilalang | Bermimpi jadi penulis dan pebisnis | Penah ingin lanjut S2. Pernah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebebasan (Sesungguhnya) Semu

18 Desember 2013   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Banyak di antara manusia-manusia yang meneriakkan kata kebebasan untuk suatu kebahagiaan. Dalam paham awam, kebebasan akan identik dengan kesenangan, ketidakterkekangan, dan bebas melakukan apapun tanpa beban. Dengan kebebasan, manusia bisa seenakudelnya melakukan apapun yang di inginkannya. Nah, pertanyaannya adalah, apakah kebebasan seperti itu adanya? Mari kita ulas tema berikut ini.

Kata bebas dapat diartikan sebagai lepas sama sekali dan tidak terhalang, terganggu, sehingga bisa bertindak, berbuat, serta berbicara dengan sangat leluasa (KBBI). Sedangkan kebebasan itu sendiri dapat diartikan sebagai keadaan bebas. Lalu, apa yang salah dengan keadaan bebas itu sendiri?

Kebebasan dapat kita antonimkan dengan kata terikat. Sekarang kita akan bicarakan apa saja yang mengikat diri manusia. Jika ada salah satu dari anda yang mampu merinci apa yang mengikat diri anda pada saat itu, tentulah anda adalah orang yang sangat jeli. Coba saja. Peraturan kantor, norma, adat, agama, semuanya mengikat gerak-gerik anda. Bahkan mereka para penganut gaya hidup bebas (freedom), pun sebenarnya tengah diperbudah dan diikat oleh barang yang disekitarnya, yang di inginkannya.

Sedikit paparan dari Sartre, bahwa ancaman yang mengancam kebebasan adalah ‘benda’. Benda mempunyai daya tarik dan daya pikat yang dangat kuat dan luar biasa besar. Yang mana kebesaran daya tarik tersebut akan dapat merusak dan menjerat kebebasan itu sendiri. Kebebasan adalah sasaran empuk dari pesona dan kuasa benda, yang keberadaannya luar biasa masif dan melimpah ruah. Jadi, mereka yang menginginkan kehidupan bebas dan mengikuti gaya hidup tertentu, sebenarnya gaya hidup tersebut adalah ‘benda’ yang merusak dan menghancurkan kebebasannya.

Sartre merumuskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas sebebas-bebasnya. Dan karena kebebasan ada pada diri manusia tersebut, maka manusia sangat tidak berdaya, terlalu rapuh dan terlalu lemah.

Dari uraian di atas, maka dapat kita tarik suatupengertian bahwa untuk menjadi kuat, manusia harus ‘tidak bebas’. Artinya manusia dituntut untuk selalu mengikatkan dirinya pada sesuatu agar bias tetap bias melanjutkan hidup. Masih ingat dengan makhluk social? Nyatanya, manusia juga massih terikat dengan orang –orang lainnya.

Orang yang menginginkan kebebasan pada hakikatnya bukan menginginkan kebebasan, akan tetapi menginginkan untuk lepas dari ikatan satu pihak, menuju ikatan-ikatan yang lainnya. Setelah membaca pemaparan ini, masihkah anda ingin bebas jika bebas itu rapuh? The choice is yours!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun