Adanya keputusan Uni Eropa (UE) menghentikan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber bahan bakar kendaraan secara bertahap, menjadikan pemerintah Indonesia mendorong peningkatan ekspor CPO ke China.
Pemerintah berharap China sudi membuka lebih luas pasarnya bagi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia tersebut. China memang pernah berjanji bakal meningkatkan impor komoditas dimaksud yang disampaikan pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Belt and Road Forum atau One Belt One Road (OBOR) I, medio 2017 silam.
Dalam parhelatan KTT Belt and Road Forum atau OBOR II, 24-27 April 2019, pemerintah lewat Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, menagih komitmen Negeri Tirai Bambu untuk segera mewujudkan peningkatan impor sawit dari Indonesia. Hal tersebut disampaikan Retno dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Cina Wang Yi di Beijing, Rabu (24/4). Sehari sesudahnya, giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menagih janji tersebut kepada Wakil Presiden China Wang Qishan.
Tidak hanya janji untuk meningkatkan impor sawit dari Indonesia, pemerintah China pernah menyatakan ketertarikannya untuk mendanai program peremajaan (replanting) sawit di Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia memiliki Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dibentuk untuk mengelola dana perkebunan kelapa sawit agar industri sawit nasional bisa dikelola secara berkelanjutan melalui kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Awal April lalu Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengatakan, China tertarik untuk mendanai program peremajaan sawit di tanah air melalui China Development Bank (CDB).
Ridwan bilang tawaran tersebut menarik selain karena selain dapat mendukung upaya peremajaan sawit, investasi tersebut dapat meng-cover program BPDPKS yang masih jauh dari harapan.
Banyak berjanji, makin sulit ditepati. Ternyata tidak semudah itu menagih janji pemerintah China. Buktinya Nota Kesepahaman (MoU) Indonesia dengan China terkait kerja sama program peremajaan perkebunan kelapa sawit gagal terealisasi dalam parhelatan KTT OBOR II.
Ridwan mengungkapkan, dalam pembahasan kedua pihak belum memperoleh kata sepakat atas sejumlah poin. Salah satunya, masalah skema penjaminan risiko nilai tukar mengingat pinjaman yang dikucurkan dalam bentuk renminbi.Â
Padahal pemerintah punya harapan besar kerja sama dengan China dapat menyeimbangkan tekanan akibat kampanye negative negara-negara EU terhadap industri sawit. Indonesia juga berharap dengan adanya kerja sama tersebut China akan membeli lebih banyak minyak kelapa sawit dari Indonesia.Â
Janji Manis China, Jebakan Utang?