Opini: Tragedi Banjir Bandang di Palabuhanratu, Antara Takdir dan Kelalaian
Banjir bandang di Palabuhanratu yang merenggut nyawa Santi dan putrinya, Nurul, adalah tragedi yang begitu memilukan. Seorang ibu dan anak kecilnya terjebak dalam rumah kontrakan, berteriak meminta tolong, namun akhirnya terseret derasnya arus. Sungai Cipalabuhan yang sehari-hari mengalir tenang berubah menjadi monster yang mengamuk, menghancurkan apa pun yang ada di jalurnya.
Namun, ada satu fakta lain yang semakin membuat hati miris---suami Santi ternyata meninggalkan mereka dalam keadaan terkunci di kamar. Meskipun ia pergi tanpa mengetahui bahwa banjir akan datang, tetap saja ini adalah bentuk kelalaian fatal. Dalam situasi darurat, terkunci di dalam rumah bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati. Jika saja pintu tidak terkunci, mungkin Santi dan Nurul masih punya kesempatan untuk menyelamatkan diri.
Tragedi ini menyadarkan kita bahwa bencana alam memang tidak bisa ditebak, tetapi kehati-hatian adalah kunci. Kejadian ini juga menunjukkan betapa pentingnya sistem peringatan dini dan kesadaran untuk segera mengungsi ketika ada potensi bahaya. Sayangnya, dalam kasus ini, keputusan untuk bertahan di rumah, ditambah dengan kelalaian kecil yang berakibat besar, berujung pada kehilangan dua nyawa yang berharga.
Kita tidak bisa menyalahkan alam, tetapi kita bisa belajar dari kejadian ini. Semoga ke depannya, masyarakat lebih waspada terhadap potensi bencana, dan tragedi seperti ini tidak terulang lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI