Mohon tunggu...
Nofail Hanf
Nofail Hanf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nofail Hanf_20107030095. Selamat Membaca dan Semoga bermanfaat.

Jangan lupa tersenyum dan bersyukur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Humanisme Barat dan Politik Etis

13 Maret 2021   19:39 Diperbarui: 15 Maret 2021   13:50 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi Eduard bukanlah seorang heroik, dia sosok yang lemah dan takut untuk terus terang menentang pemerintah Belanda. Eduard selalu bimbang dan merasa tidak punya cukup tenaga untuk melawan. 

Sementara ketika seseorang melawan atau menentang pemerintah, dia akan segera mendapat masalah serius. Seperti dalam romannya, Max Havelar, Asisten Residen Lebak sebelum Eduard, mati setelah minum air yang diberikan oleh Gubernur Jenderal di istananya. Masyarakat hanya tahu dia mati pada lumrahnya.

Walau pun Eduard dengan romannya, Max Havelar, telah membongkar kejahatan Pemerintah Belanda. Itu menerangkan bahwa dia mengumpet dari balik tulisannya menggunakan nama pena Multatuli.

Ketidakkuasaan Eduard melawan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru, Albertus Jacobus Duymaer van Twist membuat dia semakin tampak pengecut. 

Karena dia memang dari keluarga yang patuh pada ajaran-ajaran agama, anti kekerasan dan bersikap toleran. Dari anti kekerasan itulah membuatnya tidak bergerak bebas dan selalu mempertimbangkan tindakannya---yang tidak bermoral akan ditinggalkan.

Rosa Luxembrung perempuan yang cantik---komunis humanisme. Ia lahir di tahun-1871 penganut teoretikus Marxis dan aktivis anti perang. Secara tidak langsung ia dan Eduard sama-sama humanis yang kalah. 

Dalam artian, Rosa mati terbunuh oleh Hilter, dan Eduard mengumpet di balik romannya. Bukankah mereka secara diam-diam menggugat ketidakadilan dan kekerasan yang ada di negara tersebut.

Kita tahu, Eduard memiliki pengaruh besar oleh romannya. Pramoedaya Ananta Toer adalah satu pengagum Eduard. Dalam tetralogi Bumi Manusia, Pram sering menyebut Multatuli dan memakai nama Max Havelar sebagai nama pena Minke di surat kabar. 

Kita jangan lupa pada Eduard Douwes Dekker---yang bulan September lalu telah diselenggarakan Festival Seni Multatuli di Museum Multatuli yang ke dua. Mengapa saya jadi ingin menziarahi kuburan Eduard? Ah, sudahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun