Kementerian Perdagangan melalui hasil Rapat Koordinasi Terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menerbitkan tambahan izin impor beras sebanyak 500 ribu. Tambahan impor tersebut untuk stabilisasi harga dan memperkuat stok.
Sementara Kementerian Pertanian sebagai penanggung jawab produksi meradang, merasa produksi surplus. Â Melalui Dirut Bulog sebagai importir menolak impor beras tersebut.
Buwas ini menjelaskan, operasi pasar yang dilakukan Bulog tidak efektif karena program ini dijalankan dengan pihak ketiga. Beras yang digelontorkan Bulog justru ditimbun pihak ketiga. Ujung-ujungnya operasi pasar tak berhasil menstabilkan harga.
Pro dan kontra impor beras itu muncul karena perbedaan bukti argumentasi kedua Kementerian tersebut mengenai stabilitas harga dan penguatan stok beras.
Pro-Impor Beras
Argumentasi Kementerian Perdagangan pro-impor beras karena harga masih tinggi di atas HET (Harga Eceran Tertinggi).  Harga masih di atas  HPP (Harga Pembelian Pemerintah), sehingga Bulog tidak bisa membelinya, mungkin Petani menjualnya tidak ke Bulog, sehingga serapan Bulog kecil. Â
Dirjen Oke mengatakan, walaupun HPP dinaikkan 10 persen hingga 20 persen juga masih belum mampu menyerap karena harga gabah yang tinggi. Kalau sudah tinggi berarti rebutan. Kalau rebutan berarti yang diperebutkan kurang, alias produksi kurang.
Kondisi tersebut menyebabkan stok Bulog tidak memadai hanya 1 juta ton termasuk tambahan impor beras 500 ton pada bulan Pebruari 2018. Â Akibatnya harga pasar masih di atas HET.
Itulah rasionalitas kondisi riil yang dihadapi Kementerian Perdagangan untuk menerbitkan izin tambahan impor beras 500.000 ton. Â Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membenarkan pemberitaan pada laman The Voice Of Vietnam Online (vov.vn), yang menyebutkan bahwa Perum Bulog telah menandatangani kontrak untuk melakukan pembelian beras sebanyak 300 ribu ton dari Vietnam dan 200.000 dari Thailand, yang akan masuk bulan April hingga Juli 2018.
Sebagai catatan tambahan dari saya, pada masa orde Baru, karena Pa Harto tidak mau mengambil resiko terjadinya gejolak harga beras, maka Pa Harto melalui Kabulog mematok iron stok sebesar 1 juta ton. Â Dengan iron stok sebesar itu, pedagang swasta tidak mampu melawan apabila mereka mau mempermainkan harga pasar. Â Itulah cara pa Harto memperhatikan perut rakyat.
Kontra-Impor Beras