Bahkan saya menjulukinya sebagai sebuah seni mendengarkan. Ya, sebuah seni. Ada keindahan dalam mendengarkan, ada sebuah feel estetika dalam mendengarkan, bisa dibayangkan jika, proses mendengarkan diabaikan, tak akan ada kenyamanan, tak akan tercipta sebuah trust dalam sebuah sesi konseling atau lebih awamnya, sebuah obrolan.
Mendengarkan tanpa menghakimi.
Mendengarkan dengan empati.
Mendengarkan dengan tulus.
Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Mendengarkan bukan dengan maksud mengambil “keuntungan” tertentu.
Mendengarkan tanpa maksud-maksud politis khusus, ya, hanya mendengarkan lawan bicara yang sedang mengungkapkan isi hatinya.
Tentu orang-orang yang datang kepada kita, saat mereka ingin menceritakan isi hatinya, adalah orang-orang yang menaruh rasa percayanya pada kita, nyaman pada kita, dan berharap ada sebuah sentuhan kasih dengan berbagai wujud yang bisa terjadi setelah mereka bercerita.
Seingat saya, saya tidak pernah menolak sekalipun saya sibuk, ketika ada seseorang yang ingin “didengarkan” saat itu. Sesigap saya membuka pintu ruang konseling, sesigap itu pula saya membuka ruang hati saya, ciee... hehe..😊
Bahkan banyak pengalaman terjadi dalam dunia kerja saya, hanya dengan mendengarkan secara tulus tanpa embel-embel apapun, mereka (yang berbicara) merasa lega dan mengaku bahwa hal itu sedikit- banyak membantu, setelah sesi bercerita itu selesai. Dashyatnya sebuah seni mendengarkan.
Sebuah seni mendengarkan sangat penting dalam dunia konseling. Posisi duduk yang nyaman, rileks tetapi tetap sopan, lalu tatapan mata yang fokus dan penuh perhatian pada lawan bicara.
Sesekali berikan gesture tubuh menepuk-nepuk, memberikan respon validasi emosi yang tepat, menyebutkan nama lawan bicara, merupakan “dorongan positif” yang bisa membantu kondisi psikis lawan bicara kita.
“Kehadiran” kita dalam menemani dan mendengarkan lawan bicara kita, merupakan titik penting dalam sebuah sesi konseling.
Sepenting apapun, ketika ada seseorang yang membutuhkan bertemu dengan kita (konselor), prioritas tertinggi adalah untuk mereka. Gangguan-gangguan seperti bunyi gawai, merupakan hal yang harus dikondisikan untuk senyap dulu sesaat.
Seni mendengarkan memiliki peran penting dalam menghadirkan pertolongan psikologis untuk seseorang yang membutuhkannya. Saya masih terus belajar untuk mengasah seni yang satu ini.
Untuk lebih optimal menggunakannya, sehingga impact yang dihasilkan, bisa lebih maksimal. Bagaimana dengan Anda? Demikian beberapa hal yang bisa saya bagikan mengenai seni mendengarkan dalam sebuah sesi konseling dan komunikasi.
Semoga dapat bermanfaat.
Selamat mendengarkan