Salah satu kemampuan manusia yang penting adalah kemampuannya untuk menempuh jalan melingkar dalam mencapai keinginannya. Ini sangat berbeda dengan binatang yang selalu mengandalkan instingnya.Â
Untuk menangkap ikan misalnya, manusia terlebih dahulu membuat pancing untuk tingkatan paling sederhana. Sampai akhirnya membuat kapal yang bisa berlayar di atas laut lepas untuk menangkap ikan. Bahkan membuat kapal yang dilengkapi dengan pabrik ikan. Manusia membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan sesuatu yang paling efektif dan efisien.Â
Dengan sabar, Ia mempelajari segala sesuatu yang diperlukannya. Sehingga tidak mustahil manusia yang secara fisik kalah dengan binatang, dan tidak dilengkapi dengan senjata seperti binatang, dapat menciptakan berbagai senjata yang sangat mematikan. Bukan sekedar cula badak, bukan sekedar belalai gajah, dan juga bukan sekedar taring harimau.
Dalam mengajarkan kesadaran diri kepada anak- anaknya, manusia harus pula memakai Jalan melingkar. Dalam memerintah dan melarang anak-anaknya, harus rela memakai cara yang melingkar-lingkar agar benar-benar tepat pada sasaran.Â
Tidak langsung memerintah atau melarang, tetapi menggunakan cara lain yang sesungguhnya mengarahkan anak pada sasaran-sasaran yang telah kita tetapkan sebelumnya. Sebagian dari cara yang dapat kita tempuh untuk mengajarkan keterampilan diri pada anak adalah dengan memberi penjelasan kepada anak untuk setiap perintah dan larangan yang kita kemukakan kepadanya.Syafi' (6 tahun) dan Hasna (4 tahun) kadang-kadang bertengkar.Â
Penyebabnya bermacam-macam. Kadang-kadang, karena berebut sesuatu (seperti mainan dan makanan) dan kadang-kadang, karena kesalahan orang tuanya. Ketika terjadi pertengkaran mula-mula orang tuanya  mengobral kata "sudah" atau  "jangan".  Mereka pun berhenti bertengkar lambat laun kata-kata itu tidak efektif lagi. Mereka sudah terbiasa mendengar kata kasar. Orang tuanya pun akhirnya memukul mereka kalau mereka bertengkar. Baru mereka berhenti.
Orang tuanya tak habis piker. Meskipun sudah berlaku keras pertengkaran masih saja terjadi. Orang tuanya mengevaluasi apa yang selama ini dilakukan. Kesimpulannya sangat mengejutkan. Orang tuanya salah. Mereka  telah salah memberlakukan anak. Selama ini orang tuanya tidak melakukan penjelasan terhadap kemarahan mereka. Kini mereka sadar.Â
Orang tuanya mulai menjelaskan kepada mereka bagaimana seharusnya mereka bersikap. Misalnya, kalau meminjam mainan atau temannya, harus meminta izin terlebih dulu. Kalau diizinkan, baru boleh memakai mainan itu. Kalau tidak diizinkan, lebih baik meminjam mainan lain atau tidak sama sekali.
Begitu juga pihak yang dipinjami mainan, sebaiknya mengizinkan mainannya dipinjam. Kalau takut rusak bisa, dengan cara diawasi, atau membuat kesepakatan. Misalnya, hanya boleh meminjam sampai jam sekian, atau dengan memberi batas sampai hitungan tertentu. Penjelasan itu tidak hanya orang tuanya berikan kepada saat terjadi konflik, tetapi pada saat-saat yang lain.Â
Misalnya, saat jalan bersama, bermain bersama, atau tidur bersama. Bakan dapat disisipkan dalam alur cerita tertentu. Cerita fiktif diperluas ilustrasi kisah dan komentar, sampai pada kasus-kasus yang sebenarnya belum terjadi, tetapi kami perkirakan sangat mungkin terjadi. Tidak itu saja.Â
Ketika terjadi konflik, kami mengajari mereka untuk mengungkapkan kata-kata yang mengekspresikan bentuk kesadaran diri, sehingga anak dapat terlepas dari pemicu konflik. Hasilnya ternyata sangat efektif. Setelah ada penjelasan bagaimana harus bersikap,serta pengajaran kesadaran diri lengkap dan cara mengekspresikannya, mereka berubah yang bisa langsung mempraktekkannya.