Mohon tunggu...
ni putu nabila sagitariani
ni putu nabila sagitariani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang Mahasiswa baru Universita Pendidikan Ganesha jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan, Prodi Pendidikan Biologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggali Makna Catur Marga, Sloka, dan Tempat Suci serta Pelaksanaan Catur Marga Saat Perayaan Nyepi

2 Oktober 2025   20:10 Diperbarui: 2 Oktober 2025   20:10 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama Hindu adalah salah satu agama tertua di dunia yang kaya akan ajaran filosofis, spiritual, dan etika kehidupan. Ajaran-ajaran tersebut tidak hanya menjadi pedoman religius semata, melainkan juga mengatur bagaimana manusia hidup selaras dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Salah satu ajaran penting dalam Hindu adalah Catur Marga, yaitu empat jalan utama yang dapat ditempuh oleh umat Hindu untuk mencapai moksha atau kebebasan abadi. Selain itu, berbagai sloka suci dari kitab Bhagavad Gita dan Sarasamuccaya memberikan landasan spiritual agar manusia dapat menjalani kehidupan penuh makna.

Implementasi dari ajaran-ajaran tersebut tampak jelas dalam berbagai perayaan dan tradisi umat Hindu, khususnya pada perayaan Nyepi dan Ngembak Geni. Nyepi tidak hanya dikenal sebagai hari hening, tetapi juga sebagai momentum umat Hindu untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadi dengan penuh pengendalian diri. Pada sisi lain, Ngembak Geni menjadi hari harmonisasi sosial, saling memaafkan, dan mempererat tali persaudaraan. Perayaan ini mencerminkan pelaksanaan nyata dari Catur Marga. Selain melalui perayaan, ajaran Hindu juga tampak dalam keberadaan tempat-tempat suci seperti pura yang menjadi pusat pemujaan Brahman beserta aspek-aspeknya. Pura tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, tetapi juga sarana memperkuat hubungan manusia dengan alam semesta, yang sekaligus menegaskan pentingnya prinsip Tri Hita Karana. Dengan demikian, penting untuk menggali makna Catur Marga, memahami pesan sloka, serta menelaah peran tempat suci dalam rangkaian perayaan Nyepi.

Catur Marga sebagai Empat Jalan Menuju Kesempurnaan Hidup

Catur Marga terdiri dari empat jalan utama, yaitu Karma Marga, Bhakti Marga,Jnana Marga, dan Raja Marga. Keempat jalan ini bukanlah jalur yang terpisah, tetapi saling melengkapi dan memberi harmoni. Dalam kehidupan sehari-hari, seorang umat Hindu dapat mengimplementasikan keempatnya sekaligus yakni dengan cara memahami implementasi keemapat bagian dari catur marga ini, seperti pada Karma Marga mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan dharma, tanpa mengharapkan imbalan pribadi. Bhakti Marga mengajarkan pengabdian penuh tulus kepada Tuhan dalam berbagai aspek-Nya. Jnana Marga menuntun umat untuk mencari kebenaran melalui pengetahuan suci dan kebijaksanaan.Raja Marga menekankan pentingnya disiplin batin, meditasi, dan pengendalian diri untuk mencapai ketenangan sejati.

Pelaksanaan Catur Marga dalam Perayaan Nyepi dan Ngembak Geni

Hari Raya Nyepi dan Ngembak Geni menjadi contoh nyata penerapan Catur Marga dalam kehidupan religius umat Hindu di Bali dan Nusantara. Karma Marga dalam Nyepi. Nyepi identik dengan pelaksanaan Catur Brata Penyepian, yaitu amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang). Semua ini merupakan bentuk disiplin perbuatan yang mendekatkan umat pada pengendalian diri dan pembersihan batin. Bhakti Marga dalam Ngembak Geni, Sehari setelah Nyepi, umat melaksanakan Ngembak Geni dengan saling mengunjungi, memohon maaf, dan mempererat tali kasih sayang. Ini adalah wujud nyata bhakti dan cinta kasih terhadap sesama makhluk hidup, selaras dengan ajaran dharma.Jnana Marga dalam Nyepi, hari hening ini juga digunakan untuk mulat sarira atau introspeksi diri, merenungkan ajaran suci, dan memahami hakikat kehidupan. Membaca Bhagavad Gita, Sarasamuccaya, atau dharma wacana menjadi bagian dari jalan pengetahuan spiritual. Raja Marga dalam Nyepi adalah hari penuh keheningan, sangat cocok untuk melakukan yoga, meditasi, dan semadi. Suasana tanpa hiruk pikuk dunia luar membantu umat mencapai konsentrasi dan kedamaian batin. Dengan demikian, Nyepi dan Ngembak Geni tidak hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga perwujudan nyata dari Catur Marga sebagai jalan menuju kesempurnaan hidup.

Makna Sloka Bhagavad Gita 7:21

Sloka Bhagavad Gita 7:21 berbunyi:
"Yo yo yam yam tanum bhakta raddhayrcitum icchati, tasya tasycal raddh tm eva vidadhmy aham."
Artinya: "Kepercayaan apa pun yang ingin dipeluk seseorang, Aku mantapkan keyakinannya, dan memberkati sesuai dengan kepercayaannya."

Sloka ini mengajarkan bahwa Tuhan memberikan kebebasan penuh kepada manusia dalam memilih bentuk pemujaan. Semua jalan menuju Tuhan sah dan benar, karena semuanya bermuara pada satu hakikat tertinggi, Brahman. Adapun penerapan konkret pada sloka ini yakni Umat Hindu dapat memilih untuk memuja aspek Tuhan yang paling dekat dengan keyakinannya, entah itu Siwa, Wisnu, Brahma, Saraswati, atau Dewi Durga. Dalam kehidupan sosial, sloka ini menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan keyakinan, karena semua agama pada akhirnya menuju pada Yang Maha Esa.

Makna Sloka Sarasamuccaya I.4

Sloka Sarasamuccaya I.4 berbunyi:
"Apan iking dadi wwang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wnang ya tumulung awaknya sangkeng sangsra, makasdhanang ubhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang."
Artinya: "Menjelma menjadi manusia itu sungguh utama, sebab dengan demikian ia dapat menolong dirinya dari samsara dengan jalan melakukan perbuatan baik; inilah keuntungan menjadi manusia." Pesan utama sloka ini adalah betapa berharganya kelahiran sebagai manusia. Hanya manusia yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memilih perbuatan baik (subhakarma). Adapun implementasi dalam beragama, yakni memanfaatkan kesempatan hidup untuk berbuat kebajikan, menolong sesama, dan melaksanakan yadnya. Menjauhkan diri dari perbuatan buruk yang menyebabkan penderitaan dan mengikat manusia pada siklus samsara.Mengisi kehidupan dengan pengabdian, belajar dharma, dan pengendalian diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun