Sepertinya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tidak memiliki kepedulian yang jelas terhadap rakyatnya. Mereka asyik dengan berbagai fasilitas yang kini sudah dinikmati dan malah mengusulkan hal yang bila dikaji lebih dalam menjadi semacam sesat pikir wakil rakyat. Hal ini berawal dari usulan adanya dana aspirasi tiap anggota DPR yang besarnya Rp 20 miliar tiap anggota DPR/tahun. Padahal jumlah wakil rakyat sendiri sebanyak 560 orang sehingga bila dikalikan aka nada Rp 11,2 triliun.
Sebuah jumlah yang fantastis dan amat sangat mencengangkan. Usulan dana aspirasi ini sudah masuk dalam draft Peraturan tentang Program Pembangunan Daerah Pemilihan (P2DP) mengenai tata cara pengusulan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.
Usulan diintegrasikan ke dalam Program Pembangunan Nasional dalam APBN yang dapat berasal dari inisiatif sendiri, pemerintah daerah atau aspirasi masyarakat.
Sedangkan pasal 3 ayat (1 dan 2) dijelaskan dalam melaksanakan haknya anggota mendaftarkan usulan program secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal melalui Sekretariat Fraksi. Sekretaris Jenderal DPR lalu menginventarisasi anggota yang mendaftar untuk mengajukan usulan program dalam rapat paripurna.
“Rapat Paripurna menetapkan usulan program sebagai usulan program pembangunan daerah pemilihan Anggota DPR RI. Pimpinan DPR menyampaikan usulan program kepada Presiden” dalam ayat 6 dan 7.
Atas lontaran ini, patut menjadi keprihatinan tersendiri. Sebab gagasan ini merupakan sesat pikir yang harus segera diluruskan. Bagaimana bisa, DPR dengan mengatasnamakan rakyat memotong jalur yang sudah ada dan mengklaim bahwa alokasi dana tersebut merupakan wujud realisasi aspirasi konstituen.
Sesat Pikir
Mari kita kupas lebih mendalam. Pertama, usulan ini mengaburkan fungsi eksekutif dan legislatif. Artinya dimasa mendatang masyarakat akan bingung bila ingin mengajukan program. Fungsi mereka yaitu seperti namanya legislasi ya membuat peraturan, fungsi anggaran serta pengawasan. Maksud fungsi anggaran disini adalah sebagai mitra eksekutif dalam menyetujui anggaran. Implementornya jelas eksekutif. Adapun pengawasan dimaknai sebagai tugas untuk melihat apakah kebijakan undang-undang maupun implementasi (termasuk didalamnya alokasi anggaran) ada yang sesuai atau tidak. Artinya, tidak ada satu fungsipun sebagai pengusul program.
Kedua, bila tetap disetujui hal ini akan melanggar Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional. Disitu dijelaskan secara detil bagaimana sebuah program diajukan dan ditetapkan dalam APBN maupun APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Tidak ada satupun tertulis pasal tentang usulan program pengajuannya melalui DPR/D. Keterlibatan mereka hanya sebatas pembahasan dari Rancangan APBD untuk ditetapkan sebagai APBD.