Gotong royong merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial yang menjadi ciri khas Indonesia dari jaman dahulu hingga sekarang. Rasa kebersamaan, ikhlas dalam berpartisipasi ini muncul karena adanya sikap empati masing-masing individu untuk membantu meringankan beban yang dipikul satu sama lain. Sikap gotong royong yang notabene merupakan salah satu budaya Indonesia, banyak dipuji oleh bangsa lain karena unik dan sarat akan toleransi antarumat manusia. Karena sikap tersebutlah yang membuat bangsa ini --dari Sabang sampai Merauke-- menjadi satu kesatuan yang utuh dalam NKRI.
Namun, apakah eksisten budaya tersebut masih tertanam kuat serta mengakar pada jiwa masyarakat Indonesia hingga kini?? Sungguh ironis sekali bila kita berkaca pada cermin realita yang ada saat ini. Pergi kemana rasa semangat masyarakat yang dulu?? Terbang kemana semangat para pemuda yang menggebu-gebu di setiap hempusan napas mereka?? Seharusnya kita patut berbangga dan tetap melestarikan budaya gotong royong. Tanpa adanya rasa semangat itu, mungkin sampai saat ini kita masih di dalam cengkraman para penjajah. Indonesia mencapai kemerdekaan karena adanya semangat gotong royong, kebersamaan dan bahu membahu berbagai elemen masyarakat, terutama para pemuda untuk mencapai satu visi dan misi bersama yaitu terbebas dari belenggu para penjajah, kini mulai luntur.
Derasnya arus globalisasi dan modernisasi telah mengikis perlahan budaya gotong royong yang kaya akan nilai moral tersebut. Tak hanya gotong royong saja, tetapi budaya yang lain pun turut terkikis juga. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan uang atau dana sebagai tolok ukur dalam kegiatan kemasyarakatan.
Di kota metropolitan sendiri pun secara nyata uang menjadi virus yang cukup mematikan semangat gotong royong masyarakat kota. Kehadiran dalam sebuah kebersamaan pun terkadang diwakili dengan uang. Tidak hadir dalam pertemuan cukup titip uang iuran. Tidak ikut kerja bakti cukup memberi sumbangan. Tidak hadir ronda cukup bayar denda. Bahkan virus tersebut telah melakukan ekspansinya ke beberapa desa.
Fenomena yang terjadi saat ini misalnya, bagaimana masalah suatu partai politik (parpol) saat ini, seolah-olah menjadi masalah seluruh rakyat Indonesia, padahal bangsa dan negara Indonesia tidak dibangun dengan parpol. Bangsa ini dibangun dengan komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan.
Lalu dalam peristiwa terorisme salah satu penyebab tidak berjalannya pengawasan masyarakat adalah sudah mulai lunturnya semangat gorong royong. Dengan kurangnya semangat gotong royong, maka masyarakat menjadi tidak peka terhadap sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Gotong royong adalah pola pertahanan terbaik dalam masyarakat, gotong royong mampu menjadi alat komunikasi yang efektif.
Meskipun begitu, masih terdapat segelintir masyarakat yang berupaya untuk mempertahankan eksistensi gotong royong. Sebagai contoh yaitu Pemerintah Kabupaten Kerinci, Jambi, melestarikan kegiatan gotong royong yang dilakukan seluruh warga desa diiringi musik, tari, dan nyanyian untuk menjaring wisatawan, baik dalam, maupun luar negeri. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggandeng Bank Dunia, Uni Eropa dan Pemerintah Kerajaan Belanda bergotong royong untuk membenahi tata kelola pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Banyaknya bantuan sosial berdatanagn untuk para korban tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu dsb. Dengan budaya gotong royong diharapkan yang akan memberikan pembelajaran kepada kita semua. Bagaimana kita belajar saling menghormati, menghargai pendapat orang lain, bersikap objektif, tidak berburuk sangka dan tidak melecehkan antara satu dengan yang lainnya, saling memberikan ilmu dan saling tolong menolong merupakan cerminan sikap kekeluargaan yang terbangun dengan sikap gotong-royong. Karena perjuangan sang merah putih ini sangat membutuhkan prinsip gotong-royong sebagai suatu komitmen untuk mencapai cita-cita sebagai bangsa yang merdeka.
Sumber informasi:
http://travel.kompas.com/read/2009/08/10/1414136/Gotong.Royong.Pun.Jadi.Tontonan.Menarik
http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/20/15343794/Gotong.Royong.Benahi.Tata.Kelola.Pendidikan.Dasar