Mohon tunggu...
Ningrum Fiqinanti
Ningrum Fiqinanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelancer

Mulai menulis karena tidak semuanya bisa diungkapkan dengan ucapan tapi bisa dengan tullisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengembalikan Kemasyhuran "Surga Rempah-rempah Dunia" di Tanah Ibu Pertiwi

2 Mei 2021   16:21 Diperbarui: 2 Mei 2021   17:43 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

“Surga rempah itu bernama Indonesia” sebuah ungkapan bangsa eropa yang terucap pada zamannya, menggambarkan harta karun berbentuk rempah yang ada di Indonesia. Menjadi sejarah yang umum diketahui bahwa penjajahan di tanah nusantara oleh bangsa eropa semua bermula dari rempah-rempah yang ada di Maluku. Cengkeh di Maluku pada masa itu disebut-sebut mampu memenuhi kebutuhan cengkeh dunia. Bermula dari ekspedisi rempah Portugis pada tahun 1511 yang mebawanya pada pulau Tidore di Maluku, kemudian pulau kaya itu dideklarasikan sebagai negeri jajahannya. Bukan hanya Portugis, negara lainnya seperti Spanyol, Inggris dan Belanda juga ikut tergiur dengan eksotisme rempah Maluku. Berbagai siasat yang dimainkan, negosiasi sampai pertumpahan darah beralasan untuk merebut kekuasaan atas “Spice Island” ini. Inilah yang pada akhirnya memicu kolonialisme di berbagai negara Asia Tenggara. Fadly Rahman dalam jurnalnya yang berjudul Negeri “Rempah-Rempah” dari Masa Bersemi Hingga Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah mengungkapkan eksplorasi pelayaran dari berbagai penjuru dunia untuk mencari rempah-rempah menciptakan “Jalur Rempah” tersendiri dan Nusantara sebagai poros ekonomi global. Hal ini kemudian memicu berkembangnya globalisasi perniagaan di dunia.

Begitu besar pengaruh rempah pada dunia lantas menimbulkan sebuah pertanyaan “Apa sebenarnya kehebatan rempah?”. Sejak zaman dahulu di Mesir, Tiongkok, Mesopotamia, India, Yunani,Romawi, dan Jazirah Arab rempah dikenal sebagai obat penyembuh dari berbagai penyakit. Buah, bunga, daun, kulit dan akar rempah-rempah dinilai memiliki rasa dan aroma menyenangkan menjadikan penggunaan rempah berkembang menjadi bumbu masakan. Perkembangan ini sampai kepada rempah yang dijadikan sebagai komoditas ekonomi yang juga mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Kesan eksotisme rempah ini kemudian berhasil menjadikan rempah menjadi komoditas niaga dengan nilai jual sangat tinggi, bahkan rempah disimbolkan sebagai kejayaan. Seluruh dunia mulai menggandrungi rempah. Petualang, pedagang sampai penguasa kerajaan berhasrat untuk memiliki dan mengeksplorasi rempah-rempah. Itulah mengapa Maluku yang pada saat itu menjadi rebutan bangsa eropa. Sayangnya semangat eksplorasi kemudian berubah menjadi eksploitasi rempah-rempah. Penguasaan Belanda terhadap Indonesia pada masa itu berorientasikan pada keuntungan dan persaingan perniagaan semata tanpa mempedulikan eksistensi rempah secara berkelanjutan. Pada akhirnya kemsyhuran rempah-rempah mulai meredup. Rempah-rempah mulai tercabut dari akar alam Indonesia dan Belanda mulai beralih ke komoditas lain seperti kopi, teh dan tembakau.

Kekayaan Indonesia akan rempah masih melimpah. Setiap pulau besar Indonesia mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua memiliki daerah penghasil rempahnya tersendiri. Berbagai macam jenis rempah mulai dari cengkeh, pala, lada, kemiri, ketumbar, kayu manis, kapulaga, berbagai jenis rimpang (jahe, kunyit, kencur, temulawak), andaliman, kemukus, kluek dan masih banyak lainnya masih bisa tumbuh di tanah ibu pertiwi ini. Namun sayangnya redupnya kemsyhuran rempah-rempah Indonesia belum mulai benderang kembali seperti masa kejayaannya. Padahal potensi rempah Indonesia masih cukup untuk menyumbang devisa negara dan mensejahterakan rakyat khususnya petani rempah Indonesia.

Memori kolektif atas kejadian masa lalu terhadap kejayaan rempah Indonesia harus dijadikan sebagai landasan motivasi untuk mengembalikan kemsyhuran rempah-rempah di tanah ibu pertiwi. Usaha untuk melangkah kembali menguasai pasar rempah global bukan hanya tingkat ASEAN namun sampai tingkat dunia harus terus dilakukan. Sebenarnya dominasi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan rempah ASEAN pada khususnya dan dunia pada umumnya cukup besar. Menurut data Comtrade tahun 2013, dari 21,06% total nilai ekspor rempah Indonesia ke pasar dunia sebesar 31,43 persennya diekspor ke wilayah ASEAN. Komoditas pala, bunga lawang dan kapulaga Indonesia dari tahun 2005-2013 dan secara khusus pala pada tahun 2007-2016 memiliki skor Revealed Comparative Advantage (RCA) lebih dari 1 yang artinya komoditas rempah dikatakan memiliki daya saing tinggi (keunggulan komparatif). Namun beberapa tahun terakhir ekspor rempah Indonesia terhambat mulai dari akibat produktivitas yang rendah, kurangnya pengetahuan petani sampai pemutusan rantai pasok global ke beberapa negara ini akibat kondisi pandemic. Peningkatan kualitas rempah ekspor Indonesia juga sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dikerjakan.

Hambatan yang ditemui dalam ekspor rempah-rempah ini harus segera ditanggulangi. Melihat permasalahan yang ada di Indonesia, penurunan produktivitas rempah yang saat ini terjadi disebabkan oleh berbagai macam faktor mulai dari usia tanaman tua, adanya organisme pengganggu tanaman dan kurangnya perawatan selama masa tumbuh. Permasalahan ini dapat ditangani dengan pendampingan petani. Pendampingan dilakukan untuk mengedukasi petani dalam melakukan perawatan tumbuhan rempah secara benar sekaligus menuntun petani untuk melakukan transformasi teknologi dalam membudidayakan rempah. Peremajaan pohon-pohon rempah harus dilakukan secara berkala dengan bibit unggul untuk menjaga stabilitas produktivitas rempah Indonesia. Jika memungkinkan maka ekstensifikasi lahan perkebunan komoditas rempah dapat dilakukan untuk menyokong produktivitas rempah guna memenuhi pasar dunia.

Tidak kalah penting dari menjaga stabilitas produktivitas rempah, menjaga kualitas rempah yang dihasilkan pun penting untuk dilakukan. Pasalnya produktivitas yang stabil atau bahkan berlebih akan sia-sia jika kualitasnya rendah. Pasar global saat ini bukan hanya memerlukan kuantitas namun juga kualitas. Pengecekan cemaran mikrobiologi seperti aflatoksin penting untuk kegiatan penembusan pasar global rempah. Kualitas rempah ekspor mempengaruhi keberhasilan penerimaan dan harga jual rempah di level global. Oleh karena sekali lagi menjadi begitu penting untuk melakukan edukasi dan pendampingan petani dalam melakukan penanaman, pemeliharaan, pemanenan sampai dengan pasca panen rempah. Seluruh aspek yang dilakukan untuk menghasilkan rempah akan semakin baik jika dilakukan sesuai dengan pedoman mutu yang terkait. Sertifikasi dalam pemrosesan rempah juga dirasa perlu untuk dilakukan guna memberikan jaminan dalam perniagaan untuk pihak pembeli. Ujung tombak dari segala upaya yang perlu dilakukan untuk melengkapi ini adalah kemudahan perizinan bagi para pengusaha rempah untuk melakukan ekspor rempah keberbagai negara. Perlu dilakukan pula improvement secara terus menerus untuk memperbaiki setiap aspek yang berpengaruh kepada ekspor rempah Indonesia kearah yang lebih baik yang didasarkan pada perubahan-perubahan kondisi di masa depan.

Berbagai upaya-upaya perbaikan untuk menghilangkan hambatan dalam mewujudkan penguasaan sektor ekspor rempah dunia dengan potensi yang dimiliki Indonesia pasti bisa dilakukan. Untuk itu maka antara pemerintah, petani maupun pengusaha harus berjalan bersama-sama untuk saling merangkul dan mendukung dalam menyukseskan hal ini. Bagai dua sisi mata uang hambatan ekspor akibat hadirnya Covid-19 ternyata juga memberikan sisi positif. Kondisi pandemic semakin menguatkan esistensi pasar rempah  karena berbagai khasiatnya untuk meningkatkan imunitas tubuh. Ini menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk bangkit menguasai sektor ekspor rempah dunia. Sejarah indah masa lalu mengenai kejayaan rempah nusantara memanglah hanya sebuah cerita masa lalu. Namun kemasyhuran rempah Indonesia kini bisa dikembalikan karena Indonesia adalah surga rempah-rempah.

 Reference

Comtrade.2015. Trade Map-International Trade Statistics. Geneva: Market Analysis and Research, International Trade Centre (ITC).  

Hermawan,I. 2015. Daya Saing Rempah Indonesia di Pasar Asean Periode Pra Dan Pasca Krisis Ekonomi Global. Jurnal buletin ilmiah litbang perdagangan. Vol.2(2) :153-178

Katadata.co.id. Pandemi Corona Kian Perberat Ekspor Rempah RI ke Sejumlah Negara . 25 Juni 2020 (diakses pada 2 Mei 2021)

Rahman,F. 2019. Negeri “Rempah-Rempah: Dari Masa Bersemi Hingga Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah. Jurnal Patanjala Vol. 11(3);347-362

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun