Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ada Ambiguitas dalam Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021

17 November 2021   21:19 Diperbarui: 18 November 2021   13:36 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pro kontra Permendikbud Ristek nomor 30. Sumber: dok.pri

  • Latar belakang diterbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

Akhir-akhir ini marak berita tentang pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Data yang diambil dari nasional.okezone.com menyatakan bahwa Desember 2019 Oknum dosen Universitas Negeri Padang berinisial FY resmi ditahan Polda Sumbar pada Februari 2020. FY akhirnya berstatus tersangka lantaran terlibat kasus pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi.

Berita terakhir tentang kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus terjadi pada bulan November 2021. Dilansir dari www. detik.com (6/11/20210 Mahasiswa Universitas Riau (UnrI) diduga telah dilecehkan dekannya saat bimbingan proposal skripsi. Pelaku diduga memaksa mencium pipi dan kening korban, dan memaksa ingin mencium bibirnya, sehingga korban mengalami trauma.Universitas Riau telah membentuk tim pencari fakta dan akan mulai bekerja hari ini (Senin, 8 November 2021).

Semakin meningkatnya peristiwa-peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung tentu saja berdampak pada pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi dan menurunnya kualitas pendidikan di perguruan tinggi.

Peristiwa-peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus itulah yang melatarbelakangi dikeluarkannya Permendikbud Ristek nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Tujuan diterbitkannya Permendikbud Ristek nomor 30 tahun 2021 tersebut adalah mencegah dan menangani kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus, menyiapkan pengaturan yang menjamin kepastian hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Tujuan mas Menteri Nadiem Makariem ini sangat mulia dan harus didukung sepenuhnya oleh seluruh bangsa Indonesia. Beliau memberikan perlindungan kepada seluruh civitas kampus dari perlakuan tidak adil dan semena-mena oknum yang tidak bertanggung jawan. Namun mengapa Permendikbud tersebut menimbulkan polemik di masyarakat. Ada pro dan kontra dari isi permendikbud tersebut.

Saya bukanlah orang yang memahami tentang hukum ketatanegaraan. Namun saya merasa penasaran dan meneliti sebagai orang awam isi permendikbud yang menuai polemik tersebut.

  • Ada ambiguitas dalam permendikbud Ristek 2021

Makna ambiguitas dalam KBBI adalah/am*bi*gu/ a bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dan sebagainya); bermakna ganda; taksa.

Dikutip dari Kompas.com, ada tiga faktor penyebab kalimat ambigu. Pertama, faktor sintaksis merupakan penyusunan kata dalam sebuah kalimat. Ambiguitas dapat terjadi karena kesalahan dalam sintaksis atau penyusunan katanya. Kedua, faktor struktural karena struktur frasa dan kalimatnya kurang tepat. Ketiga, faktor morfologi adalah perubahan pembentukan kata. Ambiguitas dapat terjadi karena perubahan pembentukan kata yang digunakan dalam sebuah kalimat, tidak sesuai.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian. Kalimat-kalimat atau frasa yang menimbulkan ulti tafsir(ambiguitas), antara lain:

  • Pasal 1 poin 12 tentang pengertian korban. Tertulis dalam poin12 tersebut:  Korban adalah Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, Warga Kampus, dan masyarakat umum yang mengalami Kekerasan Seksual. Yang perlu digaris bawahi adalah kata masyarakat umum menimbulkan berbagai tafsiran. Masyarakat umum yang dimaksudkan dalam poin itu apakah orang luar yang melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual di kampus.
  • pasal 1 poin 13 yang berbunyi: Terlapor adalah Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, Warga Kampus, dan masyarakat umum yang diduga melakukan Kekerasan Seksual terhadap Korban. Poin 13 ini sangat berkaitan erat dengan isi poin 12 yang bertentangan. Kata terlapor bermakna orang yang dilaporkan. Jika pelaku adalah warga kampus dan wara kampus maka sanksi atas pelanggaran permendikbud bisa dilakukan. Namun jika pelaku adalah masyarakat umum dan korban adalah mayarakat umum yang melakukan kekerasan di lingkungan kampus dapat dikenakan saknsi pelanggaran.
  • Ada frasa 'tanpa persetujuan korban' di beberapa pasal dan ayat yang menimbulkan multi tafsir, contoh:  
  • Pasal 5 ayat 2 poin b: memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
  • Pasal 5 ayat 2 poin f: mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
  • Pasal 5 ayat 2 poin g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
  • Pasal 5 ayat 2 poin h:  menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun