Pandemi COVID-19 menyerang kesehatan dan melumpuhkan ekonomi. Dapat dipahami jika banyak perusahaan bersikap hati-hati. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Virus ini memiliki aturan main sendiri, memaksa kita semua beradaptasi terhadap informasi baru. Tidak ada buku panduan yang dapat menuntun kita melalui masa yang serba asing ini. Tiap Chief Executive Officer (CEO) dan pembuat keputusan di seluruh dunia mengerahkan upaya terbaik versi mereka.
Yang jelas terlihat adalah banyaknya pembuat keputusan yang telah atau sedang mempertimbangkan cara mengelola bisnis secara bertahap agar dapat melalui krisis ini.
Mempertahankan karyawan
Sejumlah CEO dan Chief Information Officer (CIO) memiliki prioritas pertama yang jelas: menyelamatkan pekerjaan semampu mereka. Ketika banyak perusahaan mengalami penurunan pendapatan yang nyata sekalipun, prioritas mereka jelas: mempertahankan karyawan.
Menurut S&P Global Rating, tingkat pengangguran di Asia Pasifik dapat naik hingga lebih dari 3%, atau dua kali lebih tinggi dibandingkan masa resesi biasa, karena langkah-langkah pembatasan sosial turut berdampak pada sektor layanan, yang selama ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Jika suatu perusahaan melepas karyawan selama krisis ekonomi berlangsung, artinya perusahaan tersebut kehilangan orang yang selama ini ideal untuk peran yang dibutuhkan dan bahkan telah membantu perusahaan mencapai kesuksesan. Artinya, perusahaan juga kehilangan tingkat keahlian teknis karyawan yang seiring waktu telah berkembang dan tersesuaikan dengan kebiasaan spesifik serta kerumitan tuntutan unik tiap pelanggan. Hal ini bukan sesuatu yang mudah digantikan oleh karyawan baru.
Pembuat keputusan, mulai dari pemerintah hingga perusahaan berbagai ukuran, menginginkan pendaratan semulus mungkin setelah masa yang penuh ketidakpastian ini berakhir. Ketika saat itu tiba, mempertahankan sumber daya manusia yang dapat diandalkan akan menjadi sangat penting untuk masa pemulihan.
Menyesuaikan proses
Mempertahankan karyawan baru menjadi satu masalah; memastikan mereka tetap bekerja adalah masalah lain. Seiring tuntutan beradaptasi dengan sistem kerja jarak jauh (remote working), banyak perusahaan yang harus membangun kemampuan mereka dari nol. Hal-hal sederhana yang dianggap lumrah oleh beberapa perusahaan menjadi hal baru untuk perusahaan lain.Â
Akses Jaringan Pribadi
Virtual (Virtual Private Network/VPN) dan aplikasi remote desktop, pilihan metode telekonferensi, serta kemampuan memindahkan berkas dan aplikasi yang diperlukan ke layanan awan (cloud) secepat mungkin hanyalah beberapa contoh kemampuan teknis yang kini diterapkan banyak perusahaan.
Selain itu, lambatnya jaringan perlu dipertimbangkan dan proses perlu disesuaikan dengan kondisi yang kurang ideal. Dukungan bagi karyawan bukan saja dalam hal emosional, melainkan juga teknis menjadi penting dalam hal ini.